RIAUMANDIRI.ID, PEKANBARU - Asal-usul bahasa Indonesia dari Melayu Riau tidak perlu diperdebatkan. Sebab telah sangat banyak yang menyatakan dan membuktikan hal itu baik orang asing maupun pakar dalam negeri sejak abad lampau sehingga sudah menjadi semacam kesepakatan bersama. Selain itu kenyataan ini sudah menjadi keputusan politik dalam kehidupan bernegara.
Hal itu dikatakan Datuk Drs H Taufik Ikram Jamil, M. Ikom, menjawab media di Pekanbaru, hari Ahad (06/12/2020), usai mengikuti rapat terpumpun asal-usul bahasa Indonesia. Acara tersebut dilaksanakan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemendukbud, 4-5 Desember 2020.
Taufik Ikram Jamil adalalah salah seorang narasumber dari Riau bersama dua sosok lainnya yakni staf pengajar Universitas Riau Dr Elmustian Rahman, M.A, dan Kepala Balai Bahasa Riau Drs. Muhamad Muis, M.Hum. Narasumber dan pembahas ada juga dari Aceh, Sumut, dan Kepri, di samping dari sejumlah perguruan tinggi di Jakarta.
"Kami bertiga dari Riau menyenaraikan pernyataan dan penelitian banyak pakar mengenai asal bahasa Indonesia dari Melayu Riau itu dengan implikasinya secara tertulis. Kami sudah menyerahkan makalah mengenai hal ini kepada panitia," kata Taufik.
Dia kemudian mengutip pernyataan sekaligus rumusan yang disampaikan Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemendukbud, Prof Dr E. Aminuddin, M.A., P.Hd. "Pada mulanya, beliau mengaku berkali-kali dihubungi seseorang yang menyerahkan buku tentang asal-usul bahasa Indonesia bukan dari Melayu Riau," kata Taufik.
Hal tersebut, lanjutnya, membuat dia tertanya-tanya. Sebab selama ini disebutkan bahwa bahasa Indonesia berasal dari Melayu Riau sebagaimana misalnya dikatakan oleh Ki Hajar Dewantara. Selain itu, hal tersebut sudah menjadi keputusan politik negara antara lain ditandai dengan diangkatnya Raja Ali Haji sebagai pahlawan nasional yang memang telah membakukan bahasa Melayu Riau, kemudian menjadi bahasa Indonesia. Untuk itu, hal ini lebih baik didiskusikan.
"Badan ini (Pengembangan dan Pembinaan Bahasa) adalah salah satu institusi negara, sehingga juga harus tunduk dengan politik bernegara. Jadi, ya, asal usul bahasa Indonesia itu dengan sendirinya telah selesai dibicarakan, tak perlu didebatkan lagi," kata Taufik yang juga Sekretaris Umum Majelis Kerapatan Adat Lembaga Adat Melayu Riau (Sekum MKA LAMR), mengulangi pekataan Kepala Badan Bahasa E. Aminuddin.
Koreksi Diri
Datuk Taufik mengatakan, meskipun demikian, Kepala Badan Bahasa Aminuddin juga menegaskan bahwa alam akademik harus terus tetap dihidupkan. Tampilkanlah kekhasan bahasa daerah masing-masing, apalagi yang memiliki latar kemelayuan. Sebab harus dipikirkan bagaimana bahasa Indonesia pada masa mendatang yang dapat diperkuat lagi oleh bahasa Melayu dan bahasa daerah.
Riau, ujar Taufik, tentu sangat setuju dengan pandangan pejabat yang tekun mengikuti rapat tersebut sejak awal sampai akhir. "Tapi lebih khusus bagi Riau, tentu saja rapat yang sedikit banyak, pada awalnya terkesan dilatarbelakangi menggugat posisi bahasa Melayu Riau dalam bahasa Indonesia itu, harus sebagai bahan koreksi diri juga," ujar Taufik.
Koreksi itu, kata Taufik, setidak-tidaknya pendukung bahasa Melayu Riau baik di Provinsi Riau dan Provinsi Kepulauan Riau, harus menjawab pertanyaan, apa yang bisa dilakukan untuk bahasa Melayu Riau dalam konteks bahasa nasional yang disebut bahasa Indonesia. "Apakah kita telah tidak mengurus bahasa Melayu Riau itu atau telah cukup memuliakannya," tanya Taufik.
Sebaliknya, ia merasa bersyukur karena sejak dua hari terakhir, sejumlah orang sempat menghubunginya sehubungan diskusi tersebut. Mereka ada yang marah karena merasa dilecehkan yang membandingkan perlakuan ekonomi terhadap daerah ini yang tidak adil, tetapi juga ada yang ingin membantu untuk memantapkan posisi bahasa Melayu Riau dalam bahasa Indonesia.
"Ini modal besar saya kita, sebab setidak-tidaknya kecintaan terhadap khazanah yang tak ternilai tersebut, belum pupus. Nanti kita rumuskan bersama-sama untuk langkah memajukan bahasa Melayu Riau untuk Indonesia maju, insyaallah," katanya.