RIAUMANDIRI.ID, PEKANBARU – Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Pekanbaru, Tengku Azwendi Fajri, prihatin dengan persoalan yang menimpa Suryani, warga prasejahtera yang diminta uang Rp800 ribu oleh oknum ASN kelurahan untuk pengurusan dua akta kelahiran dan satu Kartu Keluarga.
Bukan hanya menanyakan terkait peruntukan dari uang yang diminta, bahkan Azwendi juga mengatakan, oknum ASN itu tidak punya perikemanusiaan.
"Uang Rp800 ribu itu untuk apa? Jujur saya prihatin dengan kondisi seperti itu sebab masih ada juga di Pekanbaru untuk mengurus sesuatu sampai seperti itu. Saya ingatkan kalau yang meminta uang itu adalah seorang ASN, dia tidak punya perikemanusiaan, tidak berperikemanusiaan. Jadi saya minta bagi yang merasa melakukan persoalan tolong diklarifikasi kembali dan diluruskan," kata Azwendi, akhir pekan kemarin.
Kepada masyarakat, Azwendi juga mengimbau agar mengikuti mekanisme yang ada atau sesuai Peraturan Daerah. Artinya tidak melalui orang lain atau calo dan jangan juga mau diimingi menggunakan jalur lain.
"Tidak ada alasan pemerintah menghambat pengurusan dari warga tentang perizinan terlebih untuk administrasi kependudukan," katanya.
Azwendi meminta kepala Dukcapil termasuk pihak kelurahan untuk memanggil oknum ASN yang melakukan pungutan itu. Tanyakan benar terkait persoalan yang terjadi. Kalau memang benar segera berikan sanksi.
"Segala pengurusan apasaja di Kota Pekanbaru ini yang melibatkan pemerintah agar berperikemanusiaan. Jangan ada unsur paksaan atau pemerasan karena bisa pidana," tegas Azwendi.
Diberitakan sebelumnya, bagi orang lain yang memiliki suami dengan pekerjaan tetap dan layak mungkin nilai uang sebesar Rp800 ribu tidak begitu besar.
Namun berbeda dengan yang dirasakan Suryani, janda beranak enam warga Jalan Thamrin Ujung, Kelurahan Sukamaju, Kecamatan Sail, yang menghidupi keluarganya bekerja sebagai buruh cuci, seterika dan menyapu di salah satu rumah warga di sana.
Dengan penghasilan sebulan hanya Rp250.000 sangat jauh dari yang diminta oknum ASN di Kelurahan Sukamaju berinisial FN, saat dirinya hendak mengurus dua akta kelahiran anaknya bernama Leni Angraini dan Andre Setiawan, ditambah satu Kartu Kelurarga atas nama dirinya Suryani.
Kejadian itu memang sudah berlangsung lama sekitar dua tahun silam dia pendam karena rasa ketakutan untuk menceritakannya kepada orang lain ataupun bertanya apakah memang sebesar itu uang yang harus dikeluarkan untuk mengurus dua berkas administrasi di Dinas Kependudukan dan Pencatatatan Sipil.
”Itulah saya sangat kesal dengan kejadian seperti ini. Untuk hidup sehari- hari saja saya sering dibantu oleh warga melalui perkumpulan jamaah masjid di sini dan warga lain secara pribadi. Tapi saya diminta bayaran sebesar Rp800 ribu oleh ibu itu (FN- red), untuk apa duit sebanyak itu, saya tidak tahu,” kata Suryani, dengan mata berkaca- kaca, di hadapan Ketua RT 03/RW V, Kelurahan Sukamaju, Kecamatan Sail, Zulkifli, Kamis, (29/10) malam.
Dia menceritakan, untuk dua berkas yang diurus itu dulu sudah pernah ada tapi hanyut terbawa banjir saat dirinya bersama keluarga belum mendapatkan bantuan Rumah Layak Huni (RLH) oleh pemerintah daerah.
Tapi bagaimanapun kondisinya dua berkas itu memang harus diurus untuk keperluan masuk sekolah dari dua orang anaknya tersebut.
Akhirnya Suryani mendatangi kantor kelurahan bertemu dengan oknum ASN berinisial FN yang menawarkan diri untuk mengurus keperluan itu menyebut tidak akan banyak mengeluarkan biaya
“Uang Rp800 ribu itu saya bayar dua kali. Awalnya saat proses pengurusan saya ditelpon sama ibuk itu mengatakan yang diurus sudah selesai tapi belum ditandatangan. Makanya dia minta Rp600.000 tapi dua berkas itu belum saya ambil, setelah sekitar seminggu saya ditelpon lagi menyampaikan berkas sudah siap tapi harus bayar Rp200 ribu lagi. Karena saya tak punya terpaksa pinjam lagi sama majikan tapi potong gaji selama dua bulan,” ucapnya.
Ketua RT 03/RW V, Kelurahan Sukamaju, Kecamatan Sail, Zulkifli, membenarkan kejadian yang dialami warganya yang diminta uang Rp800 ribu oleh oknum ASN di Kelurahan Sukamaju untuk pengurusan dua berkas yang disebutkan.
Upaya melaporkan saat persoalan itu terjadi sudah disampaikan ke Lurah Sukamaju yang waktu itu dijabat oleh Mahdawi. Namun waktu itu Mahdawi mengatakan bingung untuk mengambil sikap lantaran waktu itu juga dia baru menjabat di kelurahan tersebut. Sedangkan oknum ASN yang meminta uang pengurusan itu merupakan pegawai lama.
”Jujur saya kasihan melihat mas yrakat saya digitukan. Kecuali masyarakat yang mampu atau berkecukupan tidak apa- apalah itupun kalau masyarakatnya tidakprotes. Tidak seperti Ibu Suryani ini yang jelas- jelas warga kurang mampu, jadi sangat tidak layak kalau dimintai uang sebesar itu. Yang membuat aneh untuk pengurusan sebelum- sebelumnya tidak dipungut biaya, kok tiba giliran Ibu Suryani dimintai uang segitu. Mirisnya uang sebesar Rp800 ribu dari hasil pinjaman ke majikan tempat Ibu Suryani bekerja dan dipotong gaji selama dua bulan,” terang Zulkifli.
Oknum ASN pegawai Kelurahan Sukamaju inisial FN, dikonfirmasi mengaku, tidak ada mengurus dokumen warga yang disampaikan kepadanya Minggu, (1/11), sekira pukul 11.00 WIB, melalui sambungan telepon miliknya.
“Atas nama siapa? Ndak ada saya urus do. Ahh, tak ada saya yang urus. Ndak pernah. Ngaku- ngaku saja itu siapa itu Suryani,” kata wanita itu sambil menutup sambungan telepon.
Lurah Suka Maju, Kecamatan Sail, Abdul Haris, dikonfirmasi, singkat mengatakan, informasi tersebut terjadi sebelum dirinya menjadi lurah.
“Informasi itu zaman lurah terdahulu sebelum saya. Jadi oknum itu tak ada saya tegur karena tak bagus pula rasanya,” tutupnya.
Untuk diketahui di dalam Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 7 Tahun 2016, tentang perubahan atas Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 8 Tahun 2008, tentang penyelenggaraan administrasi kependudukan, pada pasal 66 dijelaskan, setiap penduduk dikenai sanksi administrasi berupa denda apabila melampaui batas waktu pelaporan peristiwa penting dalam hal
Akta Kelahiran, dalam pasal 34 dijelaskan, setiap kelahiran wajib dilaporkan oleh penduduk kepada instansi pelaksana setempat paling lambat 60 hari sejak kelahiran. Apabila melampaui batas dikenakan sanksi denda sebesar Rp 50 ribu untuk Warga Negara Indonesia (WNI) dan Rp200 ribu untuk Warga Negara Asing (WNA).