RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengklaim Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja (UU Ciptaker) diapresiasi oleh banyak negara yang berinvestasi di Indonesia.
Bahkan, menurutnya, UU Ciptaker juga diapresiasi oleh sejumlah lembaga internasional seperti World Bank dan IMF.
"Apalagi UU Ciptaker ini tadi diapresiasi banyak dengan negara-negara yang investasi ke Indonesia dan juga lembaga international seperti World Bank, IMF," kata Luhut dalam Dialog Satu Tahun Jokowi-Ma'ruf yang disiarkan secara langsung oleh TVRI, Minggu (25/10/2020).
Lebih lanjut, Luhut menyampaikan bahwa investasi sudah mulai membaik saat ini dengan masuknya investasi dari Jepang, China, dan Uni Emirat Arab (UEA), hingga Amerika Serikat. Luhut mengklaim perbaikan ini berlangsung cepat di luar dugaan pemerintah.
"Investasi dari berbagai negara seperti kemarin PM Jepang saya kira juga memberikan komitmen yang sangat baik kepada pemerintah Indonesia, Tiongkok juga investasi, Abu Dhabi juga investasi," klaim Luhut.
"Kemarin kita baru selesai dengan IDF Amerika mereka juga memberikan komitmen yang besar. Bukan komitmen yang masih MoU, semua sudah konkret," tambahnya.
Dia menambahkan situasi ini hanya tinggal membutuhkan persatuan seluruh elemen di Indonesia. Menurutnya, perekonomian Indonesia berpotensi tumbuh antara 5 hingga 6 persen di 2021 mendatang.
"Kalau kita kompak satu padu, tahun depan kita bisa growth mungkin di 5 [atau] 6 persen, bisa lebih," ucapnya.
Untuk diketahui, UU Ciptaker disepakati menjadi undang-undang dalam rapat paripurna DPR pada 5 Oktober lalu. Naskah tersebut kemudian dikirimkan ke Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) untuk ditandatangani lalu masuk ke dalam lembar negara guna diperundangkan.
Dalam perjalanannya, sejak disahkan dalam rapat paripurna DPR, UU Ciptaker sendiri mendapatkan resistensi luas dari kalangan rakyat Indonesia di sejumlah kota. Sejak 5 Oktober tersebut, gelombang unjuk rasa yang umumnya digawangi massa buruh dan mahasiswa, memprotes dan menolak pemberlakuan omnibus law Ciptaker tersebut.
Sementara itu, dari kelompok akademisi dan koalisi masyarakat sipil, mempertanyakan mengenai transparansi, akuntabilitas, serta partisipasi publik berkepentingan dalam penyusunan undang-undang tersebut. Selain itu, polemik juga diwarnai dengan kesimpangsiuran jumlah halaman naskah UU Ciptaker sejak rapat paripurna lalu.
Sebelum DPR menyerahkan ke pemerintah pada 14 Oktober lalu, setidaknya ada lima versi jumlah halaman yang berbeda-beda, kemudian dikonfirmasi adalah 812 yang kemudian diserahkan Setjen DPR ke Kemensetneg.
Namun, belakangan jumlah halaman yang ada di Kemensetneg berubah kembali. Sejauh ini Kemensetneg mengklaim perubahan itu terjadi karena perubahan format dan penyesuaian teknik tulisan saja.