RIAUMANDIRI.ID, PEKANBARU -Aksi demonstrasi yang dilakukan gabungan mahasiswa dan elemenn masyarakat dari berbagai daerah, menolak atas disahkannya Undang-undang Cipta Kerja Omnibus Law di depan gedung DPRD Provinsi Riau pada Kamis (8/10/2020) berakhir ricuh.
Mahasiswa mengamuk karena keinginan mereka meminta pernyataan sikap DPRD Provinsi Riau untuk bersama-sama menolak Omnibus Law tidak terpenuhi. Massa aksi melempari gedung DPRD dan aparat kepolisan menggunakan botol air minum dan batu.
Aparat kepolisian lalu berusaha membubarkan demonstran dengan semprotan air dan tembakan gas air mata. Tidak hanya itu, sejumlah oknum polisi juga mengejar dan memukuli mahasiswa.
Bahkan, para wartawan tengah meliput tak luput dari aksi represif aparat kepolisian. Banyak wartawan dipaksa menghapus file video dan foto hasil liputannya dengan nada ancaman.
Atas sikap represif aparat, Ketua Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau (FKPMR) Chaidir mengecam tindakan tersebut, apalagi sikap brutal oknum aparat kepolisian terlalu berlebihan.
"Dari diskusi internal kita, tindakan aparat itu berlebihan. Apalagi sampai mengejar-ngejar mahsiswa ke gang-gang. Kan berlebihan. Pemukulan apalagi. Kalau gas air mata iya lah. Itu Propam. Tapi kalau pemukulan, berlebihan sekali itu," ungkap Chaidir saat dihubungi Riaumandiri.id, Jumat (9/10/2020).
Oknum kepolisian juga menyerang paramedis yang sedang mengobati demonstran yang pingsan dan terluka. Salah seorang anggota paramedis, Haldi mengutuk keras tindakan aparat yang serampangan menyerang massa aksi.
"Kami sudah bikin check point. Sudah ada palang merah. Tapi masih aja ditembaki. Kemarin waktu diserang, kami lagi ngerawat 7 teman kami. Padahal dua di antaranya sudah mau hilang kesadaran," ujar Haldi.
Aksi lanjutan menuntut dicabutnya Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja berlanjut sore ini. Aksi diinisiasi gabungan organisasi mahasiswa ekstrakampus yang tergabung dalam Cipayung Plus.
Reporter: M Ihsan Yurin