RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD menyatakan sulit menemukan jejak pelaku penembakan pendeta Yeremia Zanambani yang meninggal di Distrik Hitadipa, Intan Jaya, Papua.
Hingga kini, kata Mahfud, pihaknya belum menerima laporan resmi dari kepolisian terkait pemeriksaan awal insiden penembakan itu.
Hal ini disampaikan Mahfud saat ditanya terkait hasil pemeriksaan proyektil peluru, hingga sidik jari pelaku penembakan terhadap Pendeta Yeremia.
"Nah, itu semua soal proyektil dan sebagainya nanti masih akan didalami," kata Mahfud saat menggelar konferensi pers secara daring, Jumat (2/10/2020).
"Laporan Polri tentang penyidikan belum resmi masuk kepada kita karena itu urusan proses hukum yang harus berjalan. Seperti saya katakan tadi, ya informasinya sih sudah dengar ya bahwa masih sulit menemukan jejak pelaku-pelaku tertentu," tambahnya.
Kesulitan ini, lanjut Mahfud, juga diperkuat dengan tak ada akses yang diterima oleh aparat kepolisian maupun pemerintah selama melakukan investigasi terkait tewasnya pendeta Yeremia. Mereka tak diizinkan masuk dan melihat atau bahkan memeriksa jenazah Yeremia.
"Kemudian sulit misalnya aparat untuk melihat jenazah Yeremia itu sampai kemarin belum bisa karena tidak boleh melihat dan langsung dikuburkan," katanya.
Mahfud mengatakan insiden tewasnya pendeta Yeremia juga menciptakan perang urat syaraf antara TNI Polri dengan kelompok separatis Papua sebab keduanya sama-sama saling tuding atas insiden tersebut.
"Nah, memang ini semacam terjadi perang urat syaraf. Kelompok kekerasan kriminil bersenjata itu menuding TNI yang melakukan. Tapi TNI sendiri justru mengatakan kelompok kekerasan kriminal bersenjata yang melakukan itu dalam istilah umum gerakan kelompok separatis," kata dia.
Dalam kesempatan itu, Mahfud mengatakan muncul dugaan KKB yang membunuh Yeremia dengan sengaja apalagi pendeta tersebut merupakan seorang warga Papua yang memang pro terhadap NKRI.
"Sehingga ada dugaan juga, ini dugaan saja nanti masih diselidiki jangan-jangan dia dibunuh oleh kelompok separatis itu, lalu dituduhkan," katanya.
"Ada dua kepentingan di situ, pembunuhan terhadap Yeremia. Pertama karena dia mendukung NKRI. Yang kedua ada alasan untuk menuduh, gitu," lanjutnya.
Menko Polhukam resmi membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk menginvestigasi peristiwa yang menewaskan dua anggota TNI, satu warga sipil, dan satu pendeta di Intan Jaya, Papua. Namun, tim tersebut tak melibatkan Komnas HAM.
Pendeta Yeremia tewas setelah ditembak di Distrik Hitadipa pada 19 September lalu. Sebelumnya, pihak TNI menyebut pendeta tersebut meninggal karena ditembak Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB), sebutan untuk Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM).
Belakangan TPNPB-OPM melalui juru bicaranya pun mengeluarkan rilis yang menampik tudingan TNI tersebut.
Pihak Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII) yang menaungi Pendeta Yeremia juga menyanggah tudingan TNI. Pihak gereja menduga, berdasarkan keterangan para saksi, pendeta Yeremia disebut tewas karena ditembak anggota TNI.