RIAUMANDIRI.ID, PEKANBARU - Provinsi Riau saat ini disibukkan dengan pertikaian antara perusahaan dan masyarakat karena penguasaan lahan. Bahkan, isu tersebut saat ini menjadi isu nasional karena telah disampaikan secara terbuka oleh anggota DPR RI Dapil Riau Syahrul Aidi Maazat di hadapan pimpinan dan seluruh anggota DPR RI dalam sebuah rapat beberapa waktu lalu.
Salah seorang penggiat perjuangan hak tanah masyarakat tempatan melalui Ketua Yayasan Kedatuan Melayu Nusantara Muara Takus, Dr Khairil Anwar mengapresiasi langkah dari Syahrul Aidi tersebut. Karena menurutnya, apa yang disampaikan oleh Syahrul Aidi merupakan suara hati masyarakat Riau saat ini. Konflik lahan, menurutnya, telah ada di seluruh kabupaten di Riau. Penyebabnya pun bermacam-macam.
Dr Khairil menyampaikan akar persoalan dari konflik lahan ini berawal dari konflik tanah ulayat milik masyarakat adat. Konflik ini dimulai dari dikuasainya oleh perseorangan atas tanah ulayat dan diperjualbelikan secara sepihak baik kepada badan usaha atau pribadi. Sehingga ketika tanah tersebut telah dikuasai oleh orang lain muncullah konflik sosial di tengah masyarakat karena masyarakat yang notabene adalah anak kemanakan dari suatu persukuan tidak menerima atas hal itu.
"Berdasarkan advokasi dari Yayasan Kedatuan Melayu Nusantara, konflik tanah ulayat ini telah ada di seluruh daerah di Riau. Pangkal persoalannya sama, yaitu penguasaan sepihak oleh seseorang baik itu perangkat adat, tokoh masyarakat, yang kemudian dibekingi oleh orang-orang tertentu dan dijual ke pihak lain. Dan itu tanpa sepengatahuan anak kemanakan atau tokoh lainnya. Sehingga hal itu saat ini jadi persoalan," terang Dr Khairil dalam keterangan tertulis yang diterima Riaumandiri.id, Rabu (23/9/2020).
Dia mencontohkan, salah satu tanah ulayat yang diperjuangkan oleh yayasan yang dia pimpin adalah tanah ulayat yang ada di kawasan Batu Langka Kecamatan Kuok, Kampar. Persukuan Bendang desa ini memiliki lahan seluas 4.800 hektar yang saat ini dikuasai oleh orang-orang tertentu dan perusahaan. Bahkan ada salah seorang yang menguasai lahan tersebut sampai 500 hektare.
"Bahkan ada yang menguasai 500 hektar tanah ulayat di Batu Langka secara pribadi. Tentu ini miris ketika para anak kemanakan Persukuan Bendang yang kesusahan mencari kehidupan sehari-hari. Kita tidak ingin ini akan jadi bom waktu ke depannya," tambahnya.
Dia menjelaskan bahwa tanah ulayat itu pada dasarnya baik dilihat dari hukum adat atau hukum negara, itu tidak boleh diperjualbelikan. Secara hukum negara, tertuang dalam Undang-Undang Pokok Agraria nomor 4 tahun 1960. Sedangkan dalam adat istiadat di Riau khususnya, adat akan kehilangan ruhnya ketika tanah ulayat tidak ada lagi.
Dia sepakat kalau konflik lahan yang ada di Riau saat ini jadi issue nasional. Negara harus hadir dan membela kepentingan masyarakat Riau. Dan Yayasan Kedatuan Melayu Nusantara Muara Takus mendukung langkah upaya Syahrul Aidi untuk memperjuangkan di Senayan. (*)