RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengkritik keputusan kepala negara yang menghadapi dilema antara memberlakukan penguncian wilayah (lockdown) demi menekan penularan Corona, atau mengorbankan kesehatan masyarakat demi membuka kembali sektor perekonomian.
Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus mengkritik pilihan tersebut sebagai sebuah dikotomi 'palsu' di tengah pandemi Corona.
"Itu adalah pilihan yang salah. WHO mendesak negara-negara untuk fokus pada empat prioritas penting (menghadapi pandemi)," jelas Tedros dalam rekaman video yang diputar pada webinar yang diselenggarakan Universitas Nasional Singapura (NUS).
Dikutip dari laman Channel News Asia, empat prioritas yang dimaksud oleh Tedros yakni: pertama yakni melarang acara pertemuan dalam skala besar misalnya di stadion dan klub malam, yang di beberapa tempat menjadi klaster baru penularan Corona. Kedua adalah melindungi kelompok yang rentan, menyelamatkan nyawa, dan mengurangi beban sistem kesehatan.
Ketiga yakni kebutuhan untuk mendidik masyarakat untuk disiplin menjaga jarak, mencuci tangan, mengenakan masker untuk mencegah penularan. Terakhir adalah dengan melacak, mengisolasi, mengkarantina, menguji, dan merawat orang yang memiliki riwayat kontak dengan orang yang terinfeksi Corona.
"Sudah ada banyak contoh negara yang secara efektif mencegah atau mengendalikan wabah dengan menerapkan empat cara ini, dan melakukannya dengan baik," paparnya dengan mencontohkan kesuksesan di Selandia Baru, Islandia, dan Singapura.
"Secara umum, semua negara butuh komitmen untuk menjaga persatuan nasional dan solidaritas global" tambahnya.
Selain itu, Tedros mengatakan pandemi telah mengubah pilihan politik dan ekonomi dunia. Hal ini terlihat dari minimnya kesiapan negara-negara global dalam menghadapi serangan virus mematikan.
"Dalam 20 tahun terakhir, negara-negara telah berinvestasi besar-besaran dalam mempersiapkan serangan terorisme. Tetapi relatif sedikit kesiapan dalam menghadapi serangan virus, seperti yang dibuktikan dengan adanya pandemi, bisa jauh lebih mematikan, mengganggu, dan merugikan," pungkasnya.