Maraknya peredaran produk pangan berbahaya akhir-akhir ini mengancam kesehatan dan keselamatan masyarakat, terutama anak-anak kita, termasuk yang beredar di lingkungan sekolah. Selama ini, anak sekolah memang tak lepas dari makanan maupun jajanan populer.
Namun tanpa disadari, produk jajanan itu sebagian di antaranya diduga memakai bahan tambahan makanan melebihi standar ketentuan, seperti asam benzoat, sitrat, dan pemanis buatan (siklamat, aspartam, dan sakarin). Selain ada bahan tambahan berbahaya itu, diduga kuat juga mengandung bahan berbahaya, misalnya formalin, rhodamin B, hingga methanil yellow yang seharusnya tidak boleh ada dalam produk makanan.
Kualitas jajanan anak yang kurang baik bisa berdampak serius, terutama menyangkut asupan gizi anak bangsa yang berdampak langsung bagi kesehatan anak-anak kita. Padahal, pada masa-masa inilah perkembangan fisik, kemajuan psikologis, serta pengenalan daya nalar mulai berkembang secara optimal.
Saat orientasi ekonomi dalam bentuk mengeruk keuntungan secara instan dengan mengorbankan kesehatan orang kini menjadi menu harian di berbagai media.
Berbagai macam pelanggaran terhadap produk pangan, tapi hanya segelintir yang dapat dijebloskan di jeruji besi, sisanya "nyaris tak tersentuh".
Media gencar memberitakan mi, tahu, ikan berformalin bercampur boraks, jajanan sekolah pemanis, pewarna, pengawet berbahaya, hingga marak ditemukan makanan berbahan daur ulang dari sampah sungguh menggambarkan bahwa negeri ini berubah menjadi rumah sakit, bahkan kuburan raksasa bila kondisi tak terselesaikan dan pelaku tak memperoleh ganjaran setimpal. Jika perlu, kejahatan terhadap keamanan pangan juga digolongkan sebagai kejahatan luar biasa, seperti halnya narkoba, terorisme, maupun korupsi.
Warung Sekolah
Pada umumnya berbagai jajanan yang disediakan justru berasal dari luar lingkungan sekolah yang notabene tingkat kebersihan, keamanan, dan kelayakannya masih (perlu) dipertanyakan. Keberadaan warung sekolah, seperti kantin, koperasi, maupun tempat-tempat di dalam lingkungan sekolah yang menyediakan aneka kebutuhan anak-anak sekolah (terutama sekolah dasar) yang semestinya relatif lebih ‘dijamin’ oleh sekolah, ironisnya belum dimanfaatkan.
Hal ini wajar sebab pada umumnya kebutuhan jajanan yang disediakan warung sekolah masih sangat terbatas, variasi pilihan yang minim, sehingga mereka lebih cenderung memilih jajanan yang ditawarkan para pedagang di luar sekolah.
Tingkat pemahaman anak usia sekolah memang belum sepenuhnya mampu mengadopsi setiap informasi. Daya pikir dan pemahaman anak-anak belum sepenuhnya dapat menyadari dampak bahaya yang mereka beli. Mereka masih prematur hingga berdampak terhadap apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan, termasuk apa yang dikonsumsi.
Kondisi inilah yang memacu anak-anak sekolah cenderung memilih aneka jajanan di luar lingkungan sekolah sehingga pihak sekolah seyogianya tanggap terhadap keberadaan mereka. Kantin sekolah seharusnya mampu memberikan jaminan keamanan dan kelayakan makanan dan jajanan sekolah, menciptakan suasana kebersamaan dan keceriaan. Di sisi lain, anak-anak tetap mendapat jaminan aspek kesehatan dengan upaya peningkatan kualitas jajanan, kebersihan, kemudahan, dan harga lebih terjangkau kantong mereka.
Jajanan Sehat
Sebenarnya, kontribusi mamin dan jajanan (kudapan) memiliki peran dalam pemenuhan nutrisi tubuh. Sebab, rata-rata kebutuhan energi dan protein sebesar 36 persen dan 30 persen dipenuhi konsumsi pangan jajanan (Komalasari, 1991).
Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap stamina dan kebugaran anak-anak selama di sekolah yang pada gilirannya berdampak pada efektivitas penyerapan pelajaran. Kasus keracunan pangan di sekolah berdasarkan tempat kejadian dalam karakteristik epidemiologi KLB menempati peringkat kedua setelah keracunan penganan hasil olahan dan masakan di sektor rumah tangga.
Meski dampak langsung keracunan masih sporadis, mengingat derajat kesakitan (morbiditas) kasus dengan tingkat korban kemassalan tinggi sehingga perlu strategi pengamanan pangan. Di antaranya, pertama, meningkatkan aktivitas surveilans keamanan jajanan anak sekolah berbasis pendekatan analisis risiko, yakni melakukan pengkajian risiko terhadap identifikasi bahaya, karakteristik bahaya, kajian paparan, dan karakteristik risiko terhadap bahan pangan.
Upaya penyuluhan, sosialisasi dampak buruk jajanan yang tidak sehat, aspek pencegahan, hingga penanganan kasus keracunan massal jika terjadi serta terus mengoptimalisasi sistem keamanan pangan jajanan anak sekolah sesuai potensi tiap-tiap sekolah.
Kedua, memberdayakan potensi sekolah melalui usaha kesehatan sekolah (UKS).
Ketiga, melakukan gerakan jajanan sehat, aman, dan bergizi secara masif dengan melibatkan lintas sektor, swasta, dan masyarakat.
Pada akhirnya, mereka terbiasa untuk selalu menjaga hidup sehat dan hemat. Inilah salah satu fungsi pendidikan yang mengacu pada pembentukan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) sejak dini.
Di sisi lain, diperlukan pembinaan terhadap para pedagang mamin dan produk jajanan, penggunaan bahan tambahan pangan berbahaya, kebersihan bahan baku, dan cara pengolahan hingga risiko kontaminasi, kondisi higienis-sanitasi, serta dampak yang timbul bagi kesehatan anak-anak sekolah. (rol)
Alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya.