RIAUMANDIRI.ID, PEKANBARU - KontraS bersama Amnesty Internasional Indonesia dan LBH, pada peringatan 16 tahun terbunuhnya pejuang HAM, Munir Said Thalib, meminta Presiden Joko Widodo membuktikan ucapannya pada 2014 silam tentang janjinya menuntaskan kasus-kasus HAM.
"Kasus Munir ini kuncinya ada di Presiden. Kita tunggu janjinya pada 2014 lalu. Jangan sampai janji itu cuma omong kosong," ujar Direktur LBH Jakarta, Arif Maulana dalam konferensi pers bertajuk Pembunuhan Munir Said Thalib Adalah Pelanggaran HAM Berat, Senin (7/9/2020) sore.
Direktur Eksekutif Amnesti Internasional Indonesia, Usman Hamid mengatakan bahwa yang harus diwaspadai dari penyelesaian kasus Munir adalah tidak dimasukkannya kasus Munir sebagai pelanggaran HAM berat. Sehingga, dalam hukum pidana nasional, ada limit kedaluarsa penyelesaiannya, yaitu 18 tahun.
"Makanya harus masuk pelanggaran luar biasa atau pelanggaran HAM besar. Dalam hukum pidana internasional, kejahatan HAM berat termasuk kejahatan sangat serius. Tidak akan ada batas kedaluarsa penyelesaiannya," jelas Hamid.
Sore ini, KontraS akan menyerahkan Legal Opinion kepada Komnas HAM yang berisi tuntutan agar Komnas HAM tidak menjadikan kasus Munir sebagai kejahatan biasa, melainkan kejahatan dengan pemufakatan jahat yang berujung pada kejahatan kemanusiaan dan harus diselesaikan dalam hukum pidana internasional.
"Hanya Komnas HAM yang bisa menjadikan level kasus Munir menjadi kejahatan HAM berat. Mereka yang diberi mandat oleh negara untuk ini. Fakta dan bukti saya pikir cukup untuk Komnas HAM menjadikannya kejahatan HAM berat. Bukan saja Munir, tapi juga kasus pelanggaran HAM lainnya," ujar Arif Maulana.
"Kami meminta negara untuk segera menuntaskan kasus Munir. Agar menjadi bukti bahwa negara benar-benar peduli terhadap HAM dan impunitas bisa diselesaikan lewat negara," tutup Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti.
Reporter: M Ihsan Yurin