RIAUMANDIRI.ID, DENPASAR - Kuasa Hukum Jerinx, I Wayan Gendo Suardana mendatangi Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Bali, untuk mengajukan surat keberatan atau penolakan persidangan secara online yang akan digelar pada Kamis (10/9/2020) mendatang.
"Untuk surat keberatan sidang online dan kemudian memohon untuk sidang terbuka atau sidang tatap muka atau langsung. Kami sampaikan kepada Ketua Negeri Denpasar dan kepada majelis hakim yang akan pemeriksa yang akan mengadili perkara," katanya di PN Denpasar, Bali, Senin (7/9/2020).
Pihaknya mengajukan keberatan sidang online karena beberapa alasan yang menurutnya juga tidak ideal bila dilakukan sidang secara online.
"Kami mengajukan surat keberatan yang pada intinya kami menolak dan keberatan sidang online karena beberapa alasan. Dan yang paling pokok adalah sidang online terhadap kasus Jerinx," ujarnya.
Gendo menyampaikan, secara teknis rencananya majelis hakim dan panitera akan bersidang di ruang Cakra. Kemudian Jaksa Penutup Umum di pembuktian saksi dan ahli di Kejaksaan Bali.
"Kami juga mendapat informasi dari jaksa. Nanti rencananya majelis hakim dan panitera akan bersidang di ruang pengadilan rumah Cakra. Kemudian, Jaksa penuntut umum nanti di pembuktian saksi dan ahlinya mereka di kantor Kejaksaan Tinggi Bali dan terdakwa di dampingi kami bersama pembuktian saksi dan ahli itu di kantor kepolisian Polda Bali," terangnya.
"Menurut kami, secara teknis itu juga sangat memberatkan. Yang pada pokoknya adalah hal tersebut dapat merampas hak asasi manusia dari terdakwa atau Jerinx atau merampas hak konstitusi dari Jerinx. Sehingga, merugikan karena tidak bisa mendapatkan haknya atas pengadilan yang bebas dan tidak memihak," tambahnya.
Dia mengungkapkan, menurutnya sidang online bertentangan dengan Undang-undang Kekuasaan dan Kehakiman dan KUHAP.
"Itu jelas, pada pokoknya menyatakan bahwa terdakwa wajib hadir secara fisik di hadapan sidang. Jika kemudian terdakwa dihadirkan cara online maka itu bertentangan dengan Undang-undang," ujarnya.
"Sidang online ini, berpotensi atau bahkan menghambat upaya-upaya penggalian kebenaran materiil. Oleh karena itu, maka seharusnya seluruh pihak di dalam persidangan bisa menggali secara bebas, bisa menggali secara komprehensif termasuk bisa melihat gestur dalam pembuktian," jelasnya.
Gendo menyampaikan, misalkan gestur dari saksi karena ini menggali materiil bukan formil seperti sidang perdata. Sehingga, sidang daring atau online itu akan menghambat proses pembuktian materiil.
"Karena, kita akan kesusahan belum lagi dengan jaringan yang rentan dengan gangguan jaringan dan peretasan. Itu, akan sangat mengganggu pas saat loading atau pemeriksaan saksi. (Andai nanti) loading pas proses (sidang) berjalan, tiba-tiba saja saksi bisa saja tidak independen karena bisa dipengaruhi orang, bisa dikasih tau jawaban atau apa," katanya.
Selain itu, menurutnya, fakta yang paling penting ialah sampai saat ini PN Denpasar, Bali, juga menggelar persidangan secara tatap muka.
"Baik sidang pidana maupun sidang-sidang perdata. Jadi, kenapa kemudian untuk Jerinx harus harus daring, kan bisa sebetulnya. Kecuali kemudian seluruhnya online. Sehingga ini, melanggar prinsip dan asas equality before the law," tutupnya.