PEKANBARU (HR)- Untuk kedua kalinya, majelis hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru menegur Jaksa Penuntut Umum yang menangani perkara dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang penyelewengan Bahan Bakar Minyak Kepulauan Riau.
Mjelis hakim menilai JPU tidak serius dalam menghadirkan saksi yang akan dimintai keterangan.
Teguran ini disampaikan majelis hakim yang diketuai Achmad Setyo Pudjoharsoyo, dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Rabu (8/3). Duduk sebagai terdakwa dalam kasus ini Ahmad Mahbub alias Abob, Niwen Khairiyah, Dunun alias Aguan, Arifin Ahmad dan Yusri.
Dengan mengenakan rompi tahanan Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru, para terdakwa tampak duduk di depan Majelis Hakim. Dalam sidang ini sejatinya mengagendakan pemeriksaan 13 orang saksi. Namun begitu sidang dibuka, tak tampak satupun saksi yang akan dihadapkan ke depan majelis. Malah JPU yang kemudian mendekat ke meja hakim dan memberikan penjelasan pada hakim bahwa saksi tak memenuhi panggilan.
Neny Lubis yang mewakili tim JPU menunjukkan surat panggilan yang sudah dikirimkan sebagai bukti upaya pemanggilan saksi. Namun, ternyata pengiriman surat panggilan tersebut tak membuat saksi hadir. JPU tak bisa menunjukkan konfirmasi kehadiran dari saksi-saksi yang dipanggil. "JPU belum melakukan pemanggilan secara patut. Karena itu, diminta untuk memanggil lagi secara patut," kata Hakim Ketua, Pudjo.
Dalam skala perkara yang bersifat nasional dengan penanganan oleh Bareskrim Mabes Polri pada penyidikan Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam penuntutan, JPU dari Kejagung yang kemarin tidak datang, menjadi sorotan majelis hakim. "Karena ini perkara dari kejaksaan Agung, JPU dari Kejaksaan Agung harus juga hadir di persidangan agar jelas prosesnya sejak awal," lanjut Pudjo.
Hakim menyadari, garis perintah di Kejaksaan bersifat komando. Meski begitu, kejelasan alur perkara dan kehadiran pihak yang sejak awal menangani perkara penting. "Dibutuhkan orang-orang yang memahami proses persidangan. Sidang tidak bisa kita laksanakan, sidang akan kita tunda Rabu pekan depan," tutup Pudjo menunda sidang.
Teguran hakim ini sangat beralasan. Sebelumnya, penundaan sidang karena saksi tidak datang terjadi Rabu (11/2) lalu. Kala itu, tiga orang saksi dijadwalkan hadir dari TNI AL, Antonius Manulang, Fajar Adha, dan Guntur Hadi. Namun, ketiganya disaat bersamaan juga sedang menjalani sidang Mahkamah Militer (Mahmil).
Terpisah usai persidangan JPU Febi, Dian, Neny Lubis, yang hadir di meja penuntut umum kepada wartawan mengatakan pihaknya Rabu (8/4) berencana menghadirkan 13 orang saksi. "Dari luar kota," terang Dian.
Melihat sulitnya JPU bisa menghadirkan saksi ke persidangan, kepada JPU ditanyakan apakah tidak ada koordinasi dengan Kejagung untuk memanggil melalui kejaksaan negeri setempat. "Biasanya tiap pekan jaksa dari Kejagung hadir. Tapi hari ini berhalangan," sebutnya.
Lebih lanjut ditanyakan pula apakah benar sudah dilakukan pemanggilan, Dian menjawab sudah sambil menunjukkan surat pemanggilan. Namun saat ditanya terkait konfirmasi kehadiran ia malah mengatakan ini karena baru sekali dipanggil. "Ini kan baru pemanggilan pertama," pungkasnya.
Untuk diketahui, kasus ini terungkap dari transaksi mencurigakan yang ditemukan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dari rekening Niwen. Temuan ini kemudian dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri.
Transaksi yang mencurigakan ini adalah rekening Rp1,3 triliun milik Niwen Khariyah. Dari penelusuran Bareskim, terungkaplah bahwa uang itu adalah hasil transaksi bisnis penyelundupan BBM milik abangnya, Abob yang ditangkap Bareskrim Mabes Polri di sebuah lobi hotel di Jakarta Pusat.
Abob dalam menjalankan bisnis ilegalnya memanfaatkan kelonggaran Pertamina yang memberikan toleransi penyusutan 0,3 persen saat menuangkan BBM dari kilang ke kapal dan dari kapal ke tempat tujuan. Abob juga melebihkan muatan kapalnya yang disewa Pertamina untuk mendapatkan untung lebih besar.***