PADA 12 Februari 2015 lalu, Mendikbud Anies Baswedan mengeluarkan peraturan sebagai solusi bagi para guru mata pelajaran tertentu yang jumlah jam mengajarnya berkurang. Hal ini karena adanya kebijakan bagi sekolah yang semula menggunakan Kurikulum 2013, kembali menggunakan Kurikulum 2006.
Peraturan Mendikbud Nomor 4 Tahun 2015 yang mengatur tentang ekuivalensi kegiatan pembelajaran/pembimbingan bagi guru yang bertugas pada SMP/SMA/SMK yang melaksanakan Kurikulum 2013 pada semester pertama menjadi Kurikulum Tahun 2006 pada semester kedua tahun pelajaran 2014/2015. Sebagaimana diketahui perubahan penggunaan kurikulum dari Kurikulum 2013 kembali ke Kurikulum 2006, membawa dampak bagi guru mata pelajaran tertentu jenjang SMP/ SMA/SMK dalam memenuhi jumlah jam mengajar 24 jam tatap muka. Sesuai dengan struktur Kurikulum 2013, beban belajar peserta didik jenjang SMPberjumlah 38 jam, pada Kurikulum 2006 hanya 32 jam pembelajaran per minggunya.
Pada sruktur kurikulum SMA menurut Kurikulum 2013 kelas X, beban belajar berjumlah 42 jam pelajaran per minggu sedangkan menurut Kurikulum 2006 hanya berjumlah 38 jam. Untuk kelas XI dan XII menurut Kurikulum 2013 beban belajar minimal berjumlah 44 jam pelajaran per minggu, dan pada Kurikulum 2006 hanya berjumlah 39 jam. Beban belajar peserta didik SMK menurut Kurikulum 2013 sesuai dengan kelompok peminatan yang mengacu pada Spektrum Keahlian yang mencakup bidang keahlian, program keahlian, dan paket keahlian dengan jumlah 48 jam pelajaran per minggu. Menurut Kurikulum 2006 jumlah jam kompetensi kejuruan sesuai dengan kompetensi kerja yang berlaku di dunia kerja sekurang-kurangnya 1044 jam pelajaran per tahun. Adanya perubahan beban belajar peserta didik tersebut sudah barang tentu berpengaruh pada berkurangnya beban mengajar minimal 24 jam tatap muka. Sehingga bagi mereka tidak dapat diterbitkan keputusan tunjangan profesinya.
Menurut Direktur Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ditjen Dikdas Kemendikbud Sumarna Suryapranata, dengan adanya perubahan kurikulum dari Kurikulum 2013 ke Kurikulum Tahun 2006, maka sebanyak 94, 308 guru jenjang SD/SMP dan 10.300 guru SMA terancam kehilangan tunjangan profesi. Karena mereka tidak dapat memenuhi kewajiban 24 jam mengajar tatap muka. Apabila hal ini terjadi tentunya dapat mempengaruhi kinerja mereka dan dapat menghambat upaya meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Sehingga perlu dilakukan penataan dan pendistribusian guru, seperti pemindahan tugas guru dari SD ke SMP atau sebaliknya, di samping juga dapat dilakukan pemindahan guru antar daerah. Namun demikian kebijakan penataan ini harus tetap memperhatikan hak guru seperti memperoleh tunjangan profesi, agar faktor kesejahteraan mereka dapat diwujudkan.
Dalam Keputusan Mendikbud tersebut dijelaskan jika setelah dilakukan optimalisasi penataan dan pemerataan beban mengajar guru, ternyata masih terdapat guru mata pelajaran tertentu yang tidak dapat memenuhi kewajiban mengajar 24 jam tatap muka, maka pemenuhannya dilakukan melalui ekuivalensi kegiatan pembelajaran/pembimbingan. Pengakuan ekuivalensi kegiatan ini maksimum 25% dari beban mengajar atau 6 jam tatap muka dan tentunya harus disertai dengan bukti phisik yang diperlukan. Berbagai kegiatan yang dapat diakui sebagai ekuivalensi tersebut adalah : Wali Kelas, Pembina OSIS, Guru Piket, Membina Ekstra Kurikuler (OSN, Keagamaan, Pramuka, Olah Raga, Kesenian, UKS, PMR, Pecinta Alam, KIR), dan Turor Paket A, B, dan C. Sebagai contoh perhitungan ekuivalensinya, guru sebagai Wali Kelas selama satu tahun diekuivalensi beban kerjanya per minggu 2 jam pelajaran. Pembina OSIS dapat diekuivalensi dengan beban kerja guru per minggu 1 jam pelajaran.
Membina ekstra kurikuler diekuivalensi dengan beban kerja per minggu 2 jam pelajaran. Menjadi Tutor Paket A, B, dan C, jika guru mengajar program tersebut di PKBM/SKB dapat diekuivalensi dengan beban kerja per minggu sesuai dengan alokasi jam pelajaran dan maksimal 6 jam pelajaran. Dengan demikian bagi guru yang telah bersertifikat dan mengajar minimal 18 jam tatap muka, akan mendapat tunjangan profesi karena yang 6 jam dapat dipenuhi melalui ekuivalensi. Semoga dengan kebijakan ini para guru tetap semangat melaksakan tugas untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional, karena mereka adalah kunci utamanya. (kro)
Rektor Universitas PGRI Yogyakarta.