RIAUMANDIRI.ID, PEKANBARU - Seorang warga Kepulauan Meranti bernama Rustam dijerat hukum sebab membersihkan pekarangan rumahnya. Ia didakwa melanggar pasal pengelolaan lingkungan dan perkebunan.
Menanggapi hal itu, LBH Pekanbaru menganggap terjadi disparitas dalam penegakan hukum lingkungan di Indonesia antara masyarakat yang buta hukum dan para cukong atau korporasi
"Dalam nota pembelaannya, penasehat hukum Rustam menyebutkan bahwa terjadi suatu disparitas atau perbedaan penegakan hukum antara masyarakat yang buta hukum dengan korporasi atau cukong yang secara terang melakukan pembakaran lahan. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya masyarakat yang terjerat hukum karena membakar setitik lahan, sementara korporasi ataupun cukong sangat sedikit yang sampai di meja penyidikan atau pengadilan," ujar Kepala Operasional LBH Pekanbaru, Rian Sibarani kepada Riaumandiri.id, Rabu (8/7/2020).
Rian melanjutkan, seharusnya penegak hukum, baik kepolisian maupun kejaksaan lebih serius menangani pembakar lahan yang luasnya puluhan bahkan ribuan hektar. Sebab, menyebabkan penderitaan serta kesengsaraan bagi masyarakat di Provinsi Riau.
Selain itu, Rian juga mengatakan ada yang lebih penting yang harus dilakukan penegak hukum daripada memidanakan orang-orang seperti Rustam.
"Pemerintah seharusnya mendaftarkan usaha perkebunan dengan luasan 25 hektar atau lebih. [Untuk kasus Rustam] seharusnya penegak hukum juga melakukan upaya pendekatan preventif kepada terdakwa dan masyarakat yang punya perkara yang mirip atau sama dengan terdakwa Rustam ini," ungkapnya.
"Jangan jadikan hukum sebagai alat untuk memenjarakan orang-orang miskin dan buta hukum. Dan juga jangan jadikan hukum tajam ke bawah tumpul ke atas,” ujar penasihat hukum Rustam, Noval Setiawan.
Diketahui, Rustam dituntut pidana penjara satu tahun dan denda sebesar Rp800 juta serta subsider selama dua bulan kurungan. Menurut jaksa, Rustam melanggar pasal Pasal 56 ayat 1 Jo Pasal 108 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
“Jaksa menuntut sesuai dengan dakwaan kedua, yaitu melanggar UU Perkebunan. Akan tetapi dalam argumentasi atau anlisisnya, jaksa menggunakan UU PPLH atau dakwaan pertama. Hal ini membuktikan bahwa jaksa ragu dan bingung dakwaan mana yang harus dikenakan kepada Pak Rustam, karena dalam fakta persidangan baik dakwaan kesatu maupun kedua sama-sama tidak terbukti," tegas Noval.
Rustam ditangkap pada 25 Januari 2020, tepat ketika anak keempatnya berusia 21 hari. Bahkan, Rustam pada saat itu belum sempat memberikan nama anaknya.
Sejak saat itu Rustam ditahan. Agenda sidang berikutnya dijadwalkan pada Kamis 9 Juli 2020 dengan agenda Replik atau tanggapan penuntut umum.
Reporter: M Ihsan Yurin