RIAUMANDIRI.ID, PEKANBARU - Komisi VIII DPR mengusulkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dikeluarkan dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020. Sebab, menurut Wakil Ketua Komisi VIII Marwan Dasopang, pembahasan RUU PKS sulit dilakukan saat ini.
"Kami menarik RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Karena pembahasannya agak sulit," ujar Marwan dalam rapat bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR, dilansir dari Kompas.com, Selasa (30/6/2020).
Menanggapi hal itu, Direktur Legal Culture Institute (LeCI), M Rizki Azmi saat dihubungi Riaumandiri.id mengatakan, pembahasan RUU PKS adalah bentuk kemubaziran. Selain akan menghamburkan uang negara hingga Rp3 miliar, ruh RUU PKS sudah terakomodir dalam RUU lainnya.
"Kalau di dalam ranah hukum, sebenarnya pasal-pasal yang ada di RUU PKS sudah terakomodir dalam KUHP, UU KDRT dan pidana anak. Dalam meletakkan regulasi, kita tetap satu pintu terkait tindak pidana di RUU KUHP. Sehingga apa pun namanya, persoalan pidana tidak diatur secara delik lagi di UU lain. Sebab kita masih menganut kodifikasi hukum pidana," jelasnya kepada Riaumandiri.id, Rabu (1/7/2020).
"Pertanyaan selanjutnya, apabila sudah diakomodir dalam RUU KUHP, UU KDRT terkait kekerasan rumah tangga dan UU perlindungan anak, esensi apalagi yang harus diatur dalam RUU tersebut? Sementara ruhnya adalah pertanggungjawaban pidana. Sehingga alangkah mubazirnya pembahasan RUU yang melanggengkan kesempatan menghaburkan uang negara untuk meluncurkan RUU yang sudah terjawab solusi penyelesaiannya. Dari pemantauan legislasi 1 RUU bisa menghabiskan kurang lebih Rp3 miliar," tambahnya.
Diketahui, Prolegnas Prioritas 2020-2024 terdiri dari 50 RUU. 39 di antaranya masih berstatus terdaftar, sisanya baru pada proses penyusunan, harmonisasi, penetapan usul, dan pembahasan.
Hanya ada satu RUU yang sudah berstatus selesai, terhitung sejak rapat paripurna pengambilan keputusan pada 12 Mei 2020, yaitu RUU tentang perubahan atas UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Reporter: M Ihsan Yurin