RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA - Memasuki tahun keenam, program restorasi dan konservasi di lahan gambut terbesar di Sumatera, Restorasi Ekosistem Riau (RER) kembali mencatatkan berbagai kemajuan dalam upaya menjaga dan melindungi habitat bagi flora dan fauna yang dilindungi.
Diinisiasi oleh Grup APRIL sejak 2013, RER berkomitmen melindungi, merestorasi dan mengkonservasi ekosistem di lahan gambut serta menjaga stok karbon dan melestarikan keanekaragaman hayati di konsesi seluas 150.693 ha di Riau, setara dengan luasan kota London.
Dalam Laporan Kemajuan 2019, RER fokus pada tiga hal penting, yaitu peningkatan inventarisasi flora dan fauna, kesuksesan menjaga hutan restorasi dari kebakaran selama enam tahun berturut-turut serta beberapa prakarsa penelitian keanekaragaman hayati.
Peningkatan Inventarisasi Flora dan Fauna
Sampai dengan 2019, RER berhasil mengidentifikasi tambahan 38 jenis flora dan fauna menjadi total 797 spesies. Perinciannya, sebanyak 76 spesies mamalia, 307 spesies burung, 107 spesies amfibi dan reptil, 190 spesies pohon, 89 spesies ikan dan 28 spesies Serangga (Odonata) ditemukan di Semenanjung Kampar dan Pulau Padang.
Dari angka tersebut, sebanyak 57 spesies terdaftar di Daftar Merah lembaga konservasi dunia, International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) sebagai rentan (36), hampir punah (13) dan terancam punah (8). Terdapat pula 114 spesies dalam kawasan RER yang masuk dalam daftar konvensi perdagangan internasional untuk spesies flora dan fauna liar terancam (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora/CITES) serta 106 spesies tercatat oleh Pemerintah Indonesia sebagai flora dan fauna dilindungi.
Tidak Ada Kebakaran 6 Tahun Berturut-Turut
Selama enam tahun terakhir juga tercatat tidak ada kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di wilayah RER berkat komitmen kuat dalam merestorasi hutan, restorasi hidrologis serta pelibatan langsung masyarakat didalamnya.
“Secara keseluruhan, upaya kami dalam menjaga dan mengembalikan fungsi ekologis kawasan sudah terlihat dampaknya. Pada tahun 2019, sepanjang 81.200 meter kanal drainase lama di dalam area RER telah ditutup dalam upaya berkelanjutan yang direncanakan akan selesai pada 2025,” kata Nyoman Iswarayoga, External Affairs Director RER, (18/6/2020).
Penutupan kanal memainkan peran penting dalam upaya RER merestorasi hidrologis untuk mengurangi bahaya kebakaran dan meminimalkan emisi karbon. Dalam tahun terakhir, RER sukses melakukan restorasi hutan rawa gambut seluas 112,6 ha baik melalui penanaman spesies pohon anakan alam maupun regenerasi alami dengan bantuan manusia (assisted natural regeneration /ANR).
Salah satu faktor keberhasilan RER dalam menjaga areanya bebas kebakaran dan bebas titik panas adalah kemitraan dengan masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan restorasi. Sepanjang 2019, RER memfasilitasi enam kelompok masyarakat untuk mengelola lahan pertanian tanpa bakar serta budidaya ikan air tawar yang memberikan pendapatan tambahan bagi masyarakat.
Prakarsa Penelitian
RER juga pada 2019 memulai survei serangga untuk Ordo Odonata yang termasuk capung dan capung jarum (damselfly). Selain itu, RER juga melakukan riset pendahuluan untuk meneliti bagaimana perilaku spesies mamalia terhadap perbatasan atau area tepian di antara hutan tanaman produksi akasia dan hutan rawa gambut. Tim RER juga memulai kerja sama dengan Yayasan SINTAS (Save the Indonesian Nature and Threatened Species) untuk mengadakan survei pertama tentang keberadaan harimau di Semenanjung Kampar untuk mendukung Survei Harimau Sumatera (Sumatra Wide Tiger Survey), dan Program Pemulihan Harimau Nasional Indonesia (Indonesia’s National Tiger Recovery Program).
Berbagai prakarsa penelitian keanekaragaman hayati ini merupakan upaya RER dalam merestorasi hutan di kawasannya. Pengetahuan yang lebih komprehensif mengenai jenis spesies yang berada di kawasan RER akan sangat membantu dalam menentukan strategi dan keberhasilan restorasi ekosistem.
“Sebagai contoh, 28 spesies Odonata ditemukan dalam lima hari survei awal di Semenanjung Kampar menunjukkan bahwa ekosistem gambut kami berada dalam kondisi yang baik. Karena Odonata di kenal sebagai salah satu indikator kesehatan ekosistem air tawar,” kata Nyoman.