RIAUMANDIRI.ID, BANTEN – Nahkoda Kapal KM Puspita Jaya Surja (31) menceritakan detik-detik para penumpang terombang-ambing di tengah laut selama satu hari setelah kapal yang mereka tumpangi di perairan Selat Sunda, Kabupaten Pandeglang, Banten, tenggelam.
Kejadian itu bermula saat KM Puspita Jaya pada Kamis (18/6/2020) berangkat dari Labuan rencana menginap di Pulau Rakata.
Diketahui, kapal itu berpenumpang 16 orang. Dari 16 orang sebanyak 10 orang dinyatakan hilang.
Surja mengatakan, sebelum kapalnya tenggelam ia dan para Anak Buah Kapal (ABK) tengah menebar jaring ikan. Tiba-tiba ombak menghantam kapalnya hingga miring dan langsung tenggelam.
"Kami sedang mayang tabar jaring. Setelah menjaring posisi kapal sudah miring. Setelah itu kapal gak bisa berdiri lagi. Langsung tenggelam. Itu kejadiannya hari Kamis sore malam Jumat," kata Surja di Pelabuhan Labuan yang berlokasi di Desa Teluk, Sabtu (20/6/2020).
Setelah kapal mereka miring, tak banyak yang mereka lakukan di atas kapal yang hampir karam tersebut. Akhirnya mereka memutuskan untuk berenang menggunakan viber ke Pulau Panaitan.
Surja tak mengetahui berapa jarak dari lokasi kejadian ke pulau Panaitan yang berada di Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) di Kecamatan Sumur. Jaraknya pun begitu jauh dan jika dilalui menggunakan kapal diperkirakan memakan waktu hingga 3 jam.
"Setelah miring kami dan ABK udah gak bisa apa-apa cuman diam saja. Awalnya kami mau berenang mau mengejar ke pulau Panaitan, yang 10 orang itu duluan berenang dan yang 8 orang belakangan," katanya.
Dari delapan orang termasuk Surja, memilih terakhir berenang lantaran satu ABK yang tidak berenang. Ditengah perjalanan, mereka tak sanggup lagi berenang dan akhirnya memutuskan untuk pulang ke kapal yang belum karam seluruhnya.
"Karena ada ABK yang gak bisa berenang, kondisinya kami gak kuat kami pulang lagi ke kapal," terangnya.
Selama satu hari satu malam, tak banyak yang mereka lakukan, hanya doa yang mereka bisa panjatkan agar kembali pulang dengan selamat. Selama itu pula tak ada yang bisa dimakan, mereka yang minum air laut.
"Perasaan banyak, kami sedih ada kena musibah seperti itu. Gak makan, kita hanya minum air laut. Pas terombang-ambing itu takut, gimana sih kena musibah. Serba salah kami hanya bisa pasrah, hanya menunggu keajaiban saja," tandasnya.