RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA – Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto tertarik dengan inovasi Rapid Test 2.0 dan Surface Plasmon Resonance (SPR) yang diciptakan dari hasil kerjasama Universitas Padjadjaran (Unpad) dan Institut Teknologi Bandung (ITB). Rencananya, Terawan menggandeng Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk pengembangan alat tersebut.
Lalu, apa keistimewaannya? Rapid Test 2.0 atau Si CePad yang dibuat Unpad-ITB ini mampu membaca antigen, alat itu diklaim bisa lebih cepat dan akurat daripada rapid test yang beredar selama ini yang mendeteksi antibodi di dalam tubuh manusia.
Sementara SPR yang dikembangkan memiliki fungsi sebagai alat detektor COVID-19. Dengan berukuran layaknya aki mobil, alat ini dapat mendeteksi interaksi antara biosensor dan virus SARS-CoV-2. Ukurannya yang kecil dan harganya yang ekonomis, memungkinkan alat ini mudah untuk dibawa dan disebar di banyak fasilitas kesehatan.
"Saya makin tertarik adanya produk di dalam negeri seperti rapid test dengan dasar ATG. Alat PCR tenteng ini kami akan minta dengan BPPT supaya bisa melakukan pengadaan dan mengedarkan di seluruh Indonesia. Ini dengan BPPT, supaya kiprah anak bangsa kita yang berjuang bisa dipakai di Indonesia," tutur Terawan di RSHS Kota Bandung, Sabtu (20/6/2020).
"Sehingga apa yang diimpikan kita bersama, seluruh Puskesmas bisa dilengkapi dengan alat untuk PCR dan terwujud dengan baik," ujar dia menambahkan.
Terawan berharap alat tersebut nantinya menyebar di semua daerah Indonesia. "Kita daftarkan dan fasilitasi untuk nanti, bisa kita lakukan pembelian untuk proses pengadaannya. Sehingga itu bisa dipakai nantinya di seluruh penjuru Tanah Air, kita harus bangga dengan produk Indonesia. Saya yakin produk Indonesia sangat kompatibel dipakai di Indonesia," kata Terawan.
Kedua alat tersebut, saat ini tengah memasuki tahap validasi ke sampel virus sebenarnya. Ditargetkan pada Juli 2020 mendatang akan diproduksi 10.000 kit setelah keduanya tervalidasi.
Koordinator Peneliti Rapid Test COVID-19 Fakultas MIPA Unpad Muhammad Yusuf mengatakan kedua alat tersebut bernama Deteksi CePAD atau Rapid Test 2.0 dan Surface Plasmon Resonance (SPR). Kemudian, rencananya validasi ke sampel virus dilakukan setelah kedua alat tersebut tervalidasi di laboratorium.
"Iya benar, karena itu harus dilalui sebelum rilis (produksi massal). Bulan ini sudah mulai prosesnya, dari mulai administrasi sampai ujinya, jadi mudah-mudahan dalam waktu sebulan (kemudian diproduksi massal)," kata Yusuf, Jumat (19/6).
Menurut Yusuf, setelah validasi menunjukkan hasil yang baik, pada Juli 2020 pihaknya akan produksi 10.000 kit. Kemudian dilanjutkan 50.000 kit per bulan sesuai dengan kapasitas produksi mitra saat ini. Jika diperlukan lebih banyak, kata Yusuf, pihaknya mengajak partisipasi berbagai pihak untuk meningkatkan kapasitas produksi tersebut.