RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA – Purnawirawan TNI dan Polri mendesak DPR mencabut Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). Wakil Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Try Sutrisno ikut mendesak pencabutan RUU itu.
"Mendesak DPR RI mencabut RUU HIP dan mendesak pemerintah untuk menolaknya," kata Sekretaris Jenderal Forum Komunikasi Purnawirawan TNI-Polri, Soekarno saat membacakan pernyataan sikap di Balai Sabrini Plaza Semanggi, Jakarta, Jumat (12/6/2020).
Pihaknya menilai RUU HIP akan menimbulkan tumpang tindih serta kekacauan dalam sistem ketatanegaraan maupun pemerintahan. Menurutnya, ideologi Pancasila sebagai landasan pembentukan Undang-Undang Dasar (UUD) akan diatur dalam undang-undang adalah sebuah kekeliruan.
Try Sutrisno yang menghadiri acara itu mengakui ada purnawirawan yang berbeda sikap dalam merespons RUU HIP. Namun menurutnya hal itu tidak jadi masalah.
Menurut Wakil Presiden RI ke-6 itu, saat ini para purnawirawan telah berhimpun dalam berbagai organisasi. Try meyakini bahwa setiap purnawirawan yang berhati pancasilais akan mendukung sikap yang dia lakukan bersama kawan-kawannya.
"Menurut saya kalau orang yang hatinya masih konsisten Pancasilais, TNI yang punya jati diri, pasti menyetujui (penolakan) dan pasti juga mengkritisi (RUU HIP)," lanjutnya.
Sementara itu Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Saiful Sulun mengatakan munculnya RUU HIP membuat masyarakat kaget.
"Munculnya undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang bernuansa PKI, Komunis, kita masyarakat Pancasila terkaget-kaget. Kita lihat ideologi yang lain, paham Agama, sama dengan PKI, hampir dengan cita-cita semula ingin mendirikan negara Islam," kata dia.
Saat ini, RUU HIP masuk pembahasan di DPR RI. Rapat Paripurna pada 12 Mei 2020 mengesahkan RUU ini sebagai inisiatif DPR.
Sejauh ini, dua dari sembilan fraksi menyatakan tidak setuju dengan RUU ini. Fraksi PKS dan Fraksi PAN mengancam tak ikut pembahasan jika RUU tidak mencantumkan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme sebagai rujukan atau konsideran.
Sejalan dengan itu, Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) AnwarAbbas menilai Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) memiliki nuansa ajaran sekularistik dan ateistik.
Hal itu ia sampaikan saat menghadiri acara Halal Bihalal dengan Wakil Presiden Ma'ruf Amin dengan MUI seluruh Indonesia secara virtual, yang disiarkan di Kanal Youtube Official TVMUI, Jumat (12/6) malam.
"Hari ini saya liat kawan-kawan MUI provinsi risau sekali tentang RUU Haluan Ideologi Pancasila atau RUU HIP. Karena setelah kita baca, ini sangat sekularistik dan sangat berbau ateistik," kata Anwar.
Meski demikian, Anwar tak menjelaskan pada poin mana dalam RUU tersebut yang mengandung nilai sekular dan ateisme tersebut.
Lebih lanjut, Anwar khawatir umat Islam di Indonesia akan lepas pada kesepakatan yang sudah dibuat oleh pendiri bangsa untuk tetap memegang teguh NKRI apabila RUU tersebut disahkan. Sebab, Ia curiga ada pihak-pihak yang sedang berusaha mengingkari kesepakatan tersebut.
"Kalau ada prediksi dari para pakar hancur lebur 2030, menurut saya salah satu penyebabnya adalah RUU HIP ini," kata dia.
Anwar menekankan bahwa para pendiri bangsa dan umat Islam sudah sepakat menjadikan NKRI sebagai pedoman hidup berbangsa dan bernegara ketimbang paham-paham atau ideologi lainnya.
Karena itu pula, persatuan dan kesatuan bangsa masih bisa dipertahankan oleh segenap umat Islam di Indonesia sampai saat ini.
"Karena kita sudah sepakat janji dengan NKRI kita harus konsekuen dengan itu," kata dia.
Melihat hal itu, Anwar menyatakan bahwa umat Islam sudah sepatutunya menolak RUU HIP yang kini tengah digodok di DPR.
Ia pun meminta kepada pemerintah dan DPR agar tak meloloskan rancangan peraturan tersebut menjadi UU yang definitif.
"Saya wanti-wanti. Tolong pemerintah dan DPR diingatkan karena rakyat sudah gelisah, bila keresahan tak bisa dikendalikan, maka bisa jadi bencana bagi bangsa ini," kata Anwar.
Diketahui, RUU yang masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) tahun 2020-2024 ini menuai kritik dari sejumlah pihak. Salah satunya lantaran tak memasukkan TAP MPRS soal larangan ajaran komunisme/marxisme-leninisme sebagai rujukan atau konsideran.
RUU HIP sendiri berstatus usulan DPR, bukan pemerintah. Sejauh ini draf RUU itu masih dibahas di tingkat Badan Legislasi (Baleg) DPR, dan akan membicarakannya dengan pihak pemerintah.