RIAUMANDIRI.ID, YOGYAKARTA - Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Agung Nugroho menilai ada tiga kejanggalan yang menjadi dasar tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) kepada dua terdakwa penyiram air keras penyidik senior KPK Novel Baswedan. JPU dalam kasus ini menuntut dua terdakwa satu tahun penjara. Tuntutan itu dibacakan saat sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Kamis (11/6/2020).
"Tiga kejanggalan itu, tidak ada niat, percobaan, serta penganiyaan berat," kata Agung, Jumat (12/6/2020).
Agung menjelaskan, dalam kasus ini, jelas pelaku sudah ada niat ingin mencederai Novel. Sebab sebelum melakukan penyiraman terlebih dahulu sudah menyiapkan air keras tersebut dan yang menjadi sasarannya juga jelas.
Ketika tidak ada perencanaan, saat kejadian di lokasi ada batu untuk melukai secara spontan. Namun untuk kasus Novel, pelaku sudah menyiapkan terlebih dahulu air kerasnya, jadi ini sama saja sebuah perencanaan.
"Jika tidak ada unsur niat, ini jelas janggal," paparnya.
Agung juga mempertanyakan kenapa jaksa tidak menuntut terdakwa dengan percobaan pembunuhan. Sebab serangan kepada Novel yang dilakukan terdakwa dengan menyiram air keras tersebut bisa berakibat fatal, yakni kematian Novel.
"Ini perlu dipertanyakan dan menjadi kejanggalan," katanya.
Kejanggalan lain adalah jaksa tidak meminta keterangan dari saksi ahli dan bukti yang ada untuk mengambil kesimpulan, jika yang dilakukan dua terdakwa itu merupakan penganiayaan berat.
Jaksa justru mengambil kesimpulan hanya merujuk dari keterangan terdakwa. Padahal dalam persidangan terdakwa tidak disumpah, sehingga punya hak ingkar.
"Jadi apa yang dilakukan jaksa dengan meminta keterangan terdakwa untuk mengambil kesimpulan adalah fatal," katanya.