RIAUMANDIRI.ID, PEKANBARU - Legal Culture Institute (LeCI) melalui direktur sekaligus dosen hukum UIR, M Rizki Azmi mengapresiasi kinerja KPK menangkap mantan Sekjen Mahkamah Agung, Nurhadi dan menantunya meski di tengah kondisi pandemi Covid-19 serta libur lebaran 2020.
"LeCI memberikan apresiasi kepada KPK terhadap penangkapan eks MA, Nurhadi dan menantunya Riezky tepat di 1 Juni, di hari lahir pancasila. Ditambah lagi di tengah pandemi dan masa Lebaran, KPK masih maksimal bekerja dan memburu DPO kelas kakap," ujar Rizki Azmi kepada Riaumandiri.id, Selasa (2/6/2020).
Menurut Azmi, keberhasilan KPK menangkap Nurhadi akan memudahkan penelusuran mafia di lingkungan peradilan.
"Kasus Nurhadi merupakan pintu masuk kasus penelusuran mafia peradilan yang melibatkan jaringan besar hakim, panitera dan pegawai di MA sampai pengadilan negeri. Kita tidak bisa pungkiri korupsi di ruang pengadilan ibarat hantu yang sering terdengar dan sifatnya umum tapi sulit ditindak karena 'jeruk makan jeruk'. Maka ini harus ditelusuri lebih jauh oleh KPK," jelas Azmi.
"Kasus di MA memberikan sinyal betapa akut dan masifnya ranah korupsi di ruang keadilan. Virus laten korupsi yang bersembunyi dan hidup nyaman di dalam putusan-putusan hakim. Seakan hakim tidak mempunyai antibodi dalam menangkal virus korupsi yang lebih mematikan dari virus corona," tambahnya.
Selain itu, dengan beberapa sinyalemen korupsi sejak 2015, Azmi menduga Nurhadi tidak bekerja sendiri dalam putusan-putusannya, tapi melibatkan pihak besar lain seperti kejaksaan dan kepolisian.
"Dengan beberapa sinyalemen korupsi semenjak 2015, Nurhadi memegang peranan penting di dalam keluarnya putusan-putusan yang menguntungkan pengusaha-pengusaha hitam. Oleh karenanya Nurhadi sebagai struktur hukum pasti tidak bekerja sendiri. Selayaknya teori ring of fire dalam penanganan korupsi, 'virus' ini tidak bisa bekerja sendiri tapi melibatkan banyak pihak. Tidak hanya oknum di struktur MA tetapi juga oknum kejaksaan dan kepolisian. KPK harus menelusuri ring of fire ini secara detail sehingga Nurhadi tidak tenang hanya dengan pasal korupsi saja, tetapi ditelusuri dengan TPPU yang diyakini efektif menemukan keterlibatan pihak lain," ujar Azmi.
"Inilah momen untuk menata ruang peradilan sebagai pilar penegakan hukum dari segi struktur hukum. Karena dari 2 pilar lain seperti substansi hukum (regulasi) dan budaya masyarakat, pilar struktur hukum yang paling dominan dalam menentukan adalah law enforcement karena ada sifat manusia dan permainnan nafsu yang mempengaruhi setiap tindak tanduk," tambahnya.
Azmi berharap ada pengkajian khusus tentang seberapa berpengaruh KKN terhadap penentuan kualitas hakim sampai persoalan detail dalam rekrutmen hakim.
"Semoga kasus ini memberikan efek yang meluas untuk mengkaji seberapa besar pengaruh KKN dalam penentuan kualitas hakim sampai persoalan yang detail dalam hal rekrutmen para hakim. Karena ada satu proses yang harus ditata dalam mencari bibit-bibit hakim yang berintegritas dan negarawan. Sering kali proses rekrutmen yang dinaungi proses KKN juga melahirkan oknum hakim yang korup juga. Input yang negatif akan mengeluarkan output yang negatif," jelasnya.
"Keberhasilan KPK ini semoga saja bukan hasil mentah karena para cukong tidak bisa lagi melindungi atau tidak peduli dengan Nurhadi. Selain itu, di sisi lain kita berharap kasus besar serupa seperti korupsi Harun Masiku menemui jalan yang serupa," tutupnya.
Reporter: M. Ihsan Yurin