RIAUMANDIRI.ID, PEKANBARU - Pemerinta Kota Pekanbaru melabeli rumah penerima bantuan sosial terdampak Covid-19 dengan cat semprot merah bertuliskan "Keluarga Miskin Penerima Bantuan".
Menanggapi hal itu, LBH Pekanbaru melalui siaran persnya menganggap pelabelan tersebut adalah bentuk diskriminasi dan tidak sesuai dengan UU tentang Penanganan Fakir Miskin.
"Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin tidak disebutkan bahwa masyarakat penerima bantuan harus dilabel dengan kata “miskin”. Dalam pasal 10 ayat (5) menyatakan bahwa “anggota masyarakat yang tercantum dalam data terpadu sebagai fakir miskin diberikan kartu identitas," ujar Direktur LBH Pekanbaru, Andy Wijaya, Jumat (8/5/2020).
LBH Pekanbaru mengatakan, pelabelan rumah bahkan telah dilarang oleh Direktur Jendral Jaminan dan Perlindungan Sosial Kementrian Sosial, Harry Hikmat pada 2019 dan diperkuat dengan surat edaran nomor 1000/LJS/HM.01/6/2019, 18 Juni 2019.
"Pelabelan keluarga miskin justru membuat klas si miskin dan si kaya kini semakin terlihat. Diskriminasi dengan memberikan stempel masyarakat miskin justru menjatuhkan martabat warga negara Indonesia. Pelabelan dengan cat semprot merah di rumah-rumah bertuliskan “Keluarga Miskin Penerima Bantuan” tentunya melanggar Pasal 31 ayat (1) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menyatakan tempat kediaman siapa pun tidak boleh diganggu," jelas Andi.
Selain itu, menurut LBH Pekanbaru, opsi pelabelan rumah warga merupakan tindakan mubazir dan kegagalan Pemko mengakomodir fungsi pemerintahan dari tingkat paling bawah.
"Pengecatan rumah warga merupakan hal yang mubazir. Pemko Pekanbaru tentunya memiliki data orang yang mendapatkan bantuan tanpa harus pelabelan rumah warga. Pemko seharusnya sudah mengetahui identitas dan tempat tinggal warga tersebut sehingga untuk menghemat waktu, bantuan tersebut dapat langsung diserahkan. Pemko juga tentunya memiliki aparat untuk mengawasi, apakah bantuannya itu tepat sasaran atau tidak. Palabelan ini tentu membutuhkan anggaran operasional dan anggaran pengadaan cat semprot yang tidak sedikit yang seharusnya bisa dialokasikan untuk mensejahterakan warganya," ujar Andi.
"Sikap pemerintah yang memilih opsi pelebelan daripada data dari RT/RW merupakan kegagalan Pemko Pekanbaru dalam melaksanakan fungsi pemerintah. Mereka tidak bisa mengakomodir fungsi pemerintah dari tingkat yang paling bawah. Di tengah situasi pandemi ini pengawasan dan fungsi seluruh kepemerintahan harus digalakkan dengan benar dan terukur," tambahnya.
LBH Pekanbaru juga menambahkan, tanggung jawab negara bukan hanya untuk orang miskin, tapi semua orang yang terdampak. Termasuk orang yang terkena PHK.
"Memenuhi kebutuhan masyarakat dalam Pembatasan Sosial Berskala Besar tentunya menjadi tanggung jawab negara. Negara wajib memberikan perlindungan kepada masyarakat. Semua masyarakat terdampak, bukan hanya masyarakat yang khawatir tidak makan besok, juga ribuan pekerja yang saat ini sudah di-PHK. Sampai kapan pemerintah lambat dalam melakukan penanganan ini?" ungkap Andi.
Untuk itu, LBH Pekanbaru mendesak beberapa poin agar diperhatikn terkait kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah merespons wabah Covid-19 di Pekanbaru.
Untuk itu, LBH mendesak Pemerintah Kota Pekanbaru menghentikan pelabelan rumah-rumah dan menghentikan diskriminasi, mendesak untuk tidak menggunakan cara vandalisme terhadap masyarakat miskin penerima bantuan. Mendesak untuk memperbaiki kinerja pemerintahan dalam pemenuhan kesejahteraan masyarakat terdampak pandemi Covid-19.
Selanjutnya mendesak Pemko untuk segera menuntaskan permasalahan penerimaan bantuan sosial, mendesak untuk memperhatikan terpenuhinya hak-hak setiap masyarakat terdampak Covid-19 termasuk masyarakat yang tidak dapat melakukan pekerjaannya dari rumah, ASN yang masih berkantor, pekerja/buruh yang masih bekerja di kantor/perusahaan, pekerja/buruh yang dirumahkan ataupun di-PHK di masa Covid-19 dan juga tenaga medis yang menjadi garda terdepan dalam penanganan Covid-19.
Reporter: M. Ihsan Yurin