RIAUMANDIRI.ID, PEKANBARU - Terkait pernyataan Ketua KPK Firli Bahuri yang akan mengajukan tuntutan hukuman mati terhadap pihak yang melakukan korupsi dana pananganan Covid-19, Direktur Legal Culture Institute M Rizqi Azmi berharap pernyataan itu jangan hanya pencitraan.
"Terkait pernyataan Firli, sebenarnya sederhana. KPK jangan pencitraan saja karena dalam UU Tipikor belum ada pasal hukuman mati. Yang ada hanya seumur hidup atau 20 tahun penjara," jelasnya kepada Riaumandiri.id, Sabtu (2/5/2020).
"Hal ini menimbulkan keringkihan berpikir KPK meloncati delik hukum pidana yang ada di KUHP. Cukup KPK membuktikan diri, apakah mampu mengawasi dana yang berseliweran untuk Covid-19. Dan yang diperlukan itu ketegasan dan kecekatan pimpinan KPK berkoordinasi, tidak hanya di pusat tapi juga daerah," tambah dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Riau (UIR) ini.
Sementara itu, Anggota DPR RI komisi V fraksi PKS, Syahrul Aidi Ma'azat memandang hukuman mati terharap koruptor perlu diperjuangkan. Akan tetapi, menurutnya, yang diperlukan adalah ketegasan membuat regulasi dan pengawasan sehingga niat penyelewengan bantuan Covid-19 dapat hilang.
"Sebenarnya hukuman mati tidak berlaku dalam kasus korupsi. Tapi semangatnya harus dipertahankan. Kalau bisa memang memohon keadilan hakim untuk sampai pada tahapan itu," tanggapnya.
"Kami sangat setuju (hukuman mati), tapi belum ada pembuktian dari KPK dan UU Tipikor tidak mengaturnya. Jadi harus diperjuangkan dalam revisinya," tambahnya.
Rizqi Azmi mengatakan, hukum bisa tegak apabila komponen penting dapat bersinergi dengan baik.
"Pertama legal substance, yaitu perundang-undangan yang baik sesuai kebutuhan, legal structure, yaitu aparat penegak hukumnya berlaku adil dan tidak korup, dan terakhir legal culture, yaitu didukung peran serta masyarakat. Dengan semua ini kita gampang mengawasi kegiatan berbau uang di masa pandemi Covid-19," tutupnya.
Reporter: M. Ihsan Yurin