BANDUNG (HR)-Aksi saling bantah terjadi antara Gubri nonaktif Annas Maamun dan Plt Kepala Dinas Perkebunan Riau, Zulher. Hal itu terungkap dalam sidang lanjutan dugaan suap alih fungsi lahan Riau, yang digelar di Pengadilan Tipikor Bandung, Jawa Barat, Rabu (1/4).
Sidang pada Rabu kemarin juga menghadirkan saksi lainnya, yakni Plt Gubri Arsyadjuliandi Rachman dan Plt Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Riau, M Yafiz. Selain dari Pemprov Riau, juga dihadirkan saksi dari PT Duta Palma Grup, yakni Suheri Tirta dan Ali Saksi Firman.
Sementara itu, bos PT Duta Palma Grup, Surya Darmadi, yang seharusnya juga ikut memberikan kesaksian, tidak tampak sama sekali alias menghilang. Dalam sidang yang digelar Rabu (25/3) lalu, yang bersangkutan telah diingatkan untuk hadir guna memberikan saksi. Menurut informasi di persidangan, yang bersangkutan tidak bisa hadir karena sedang sakit.
Suasana sidang sempat memanas, ketika Plt Kadisbun Riau, Zulher, dihadirkan untuk memberi kesaksian. Pasalnya, Gubri nonaktif Annas Maamun yang juga terdakwa dalam kasus ini, menuding Zulher berbohong dan mengada-ada.
"Saya mau membantah pernyataan Saudara Zulher. Ada tiga poin yang tidak benar," ungkap Annas, ketika diberi kesempatan memberi tanggapan atas kesaksian Zulher.
Menurut Annas, pernyataan Zuher yang mengaku tidak pernah bertemu dengan Gulat Manurung (terpidana dalam kasus yang sama, red) adalah bohong. Annas justru mengatakan bahwa Zulher sangat rajin bertemu dengan Gulat.
"Bohong itu dia," katanya.
Meski demikian, Zulher tetap membantah dirinya pernah bertemu Gulat. Selain itu Annas pun membantah pernyataan Zulher yang mengatakan masyarakat sulit bertemu terdakwa dan jika ada yang ingin bertemu harus melalui Gulat terlebih dahulu.
"Semua orang bisa bertemu saya, bahkan tukang becak pun pernah ke rumah saya," ujarnya berapi-api.
SK Menhut
Sementara itu, Plt Gubri Andi Rahman hanya dimintai keterangan seputar SK Menteri Kehutanan Nomor 673, terkait alih fungsi lahan dan hutan di Riau.
"Saya tidak terlalu tahu mengenai surat itu. Pernah Surya Darmadji menemui saya dan memberi surat yang sudah didisposisi oleh Pak Gubernur. Isinya mohon diproses terkait hutan, Undang-undang Kehutanan. Tapi saya menolak karena bukan wewenang saya. Pak Gubernur waktu itu juga menjawab tak usah. Seperti itu," ungkap Andi.
Karena dirasa keterangan yang diberikan oleh Arsyadjuliandi sudah cukup, majelis hakim Barita L Gaol pun mempersilakan saksi meninggalkan ruang sidang.
JPU Kesal
Dalam sidang kemarin, jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sempat kesal dengan ulah Suheri Tirta. Pasalnya yang bersangkutan dinilai bertele-tele dalam memberikan kesaksian.
Di hadapan majelis hakim, Suherti Tirta mengaku pernah bertemu terdakwa Annas Maamun sekitar akhir Juli 2014 lalu, sebelum dikeluarkannya SK Menteri Kehutanan RI Nomor 673. Selanjutnya, ia kembali bertemu Annas pada tanggal 19 Agustus setelah SK Menhut keluar.
Saat memberi kesaksian, beberapa kali JPU Irene Putri nampak kesal, karena keterangan yang diberikan Suheri Tirta dinilai berbelit-belit. Selain itu Suheri Tirta pun memberi keterangan yang berbeda dengan yang disampaikan Gulat Medali Emas maupun Zulher pada pemeriksaan sebelumnya.
"Saya tidak pernah mendengar pernyataan terkait satu juta untuk satu hektare," ungkap Suheri.
Namun pernyataan tersebut kembali dibantah Zulher yang menyatakan dirinya pernah mendengar obrolan Suheri Tirta dengan Gulat terkait lahan tersebut di kantornya.
Sementara itu saksi Ali Firman mengungkapakan bahwa ia sebelumnya tidak pernah bertemu atau kenal dengan terdakwa.
Sementara itu, kuasa hukum terdakwa yakni Sirra Prayuna kembali meminta majelis hakim memberikan waktu kepada terdakwa untuk dirawat inap karena kondisi kesehatannya yang semakin memburuk. "Dokter sudah memberikan rujukan untuk terdakwa menjalani rawat inap. Namun majelis hakim belum memberikan izin kepada terdakwa," katanya.
Namun JPU Irene Putri menolak sidang ditunda, karena dokter menyatakan bahwa Annas Maamun bisa dirawat jalan. "Selama masih bisa dirawat jalan, dokter pun tidak melarang. Kami bukan menunda-nunda kesembuhan, tapi semuanya harus sesuai prosedur," ungkap Irene Putri.
Sidang akhirnya ditutup dan akan dilanjutkan pada Rabu, 8 April mendatang. (rtc, ral, sis)