Oleh: Asril Darma
RIAUMANDIRI.DI - Perkembangan wabah coronavirus disease 2019 (Covid-19) yang berawal dari Kota Wuhan, China, kini begitu cepat menyebar ke seantero dunia. Indonesia, termasuk Provinsi Riau pun tak luput dari wabah ini. Terhitung 4 April 2020, di Provinsi Riau sudah 10 pasien yang dinyatakan positif virus corona jenis baru ini. Sebanyak 9 orang masih dalam perawatan, dan satu orang dinyatakan sembuh.
Di samping itu, terdapat 147 orang Pasien Dalam Pengawasan (PDP) dengan rincian 77 orang masih dirawat, 66 pulang sehat dan 4 meninggal. Kemduian 23.383 orang dengan status ODP atau Orang Dalam Pemantauan dengan rincian 19.604 dalam proses dan 3.779 selesai pemantauan. (corona.riau.go.id diakses, 5 April 2020).
Kondisi yang serba tak terduga ini telah mengubah banyak tatanan kehidupan masyarakat dunia. Begitu juga di Provinsi Riau. Sekolah-sekolah diliburkan. Kampus-kamus diliburkan. Kantor-kantor pemerintah menerapkan Work From Home (WFH/kerja dari rumah). Kantor swasta pun diminta demikian, bagi yang bisa menerapkan. Sehingga cara belajar, cara ujian dan cara bekerja pun berubah. Kini musimnya belajar, ujian dan bekerja mengunakan jaringan internet atau daring. Restoran banyak tidak melayani makan di tempat. Beli bungkus atau pesan melalui jasa aplikasi daring. Bahkan ada juga yang memilih tutup.
Sebelumnya pemerintah mengimbau agar masyarakat menerapkan social distancing (menjaga jarak sosial) untuk menghindari penularan virus yang sangat cepat ini. Kemudian ditingkatkan menjadi physical distancing (menjaga jarak fisik). Selanjutnya Presiden RI, Jokowi , menginstruksikan akan dilakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Hal ini merujuk pada Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan Pasal 59. Pada ayat 3 disebutkan, PSBB meliputi, peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum. Meski sebenarnya, prakteknya sudah dilakukan sebelum Peraturan Pemerintah (PP) ini dikeluarkan 1 April 2020.
Pemberlakuan kebijakan WFH, social distancing dan physical distancing tentu saja membatasi gerak aparatur pemerintah dalam menjalan tugas pokok dan fungsinya secara maksimal layaknya dalam keadaan normal. Hal tersebut juga terjadi pada Satuan Kerja Bidang Komunikasi dan Informasi. Di sisi lain, kerja aparatur bidang ini justru sangat dibutuhkan saat wabah seperti Covid19. Karena informasi resmi dari pemerintah pada kondisi ini justru sangat penting bagi masyarakat. Sebab, masyarakat setiap saat dibombardir oleh informasi-informasi dari berbagai sumber yang tidak sedikit bermuatan hoaks. Tentu ini akan menjadi bibit keresahan bila tak diimbangi oleh informasi dari sumber resmi pemerintah.
Kita ambil contoh, setidaknya beberapa hari terakhir ada dua informasi sensitif terkait virus Covid19 yang beredar di media sosial masyarakat Riau. Pertama, terkait dengan dua pasien positif pasangan suami-istri dari Kabupaten Pelalawan. Informasi yang terpantau di media sosial terkait riwayat perjalanan lokal dua pasien ini sebelum kemudian diumumkan (confirmed) positif di Satgas Covid19 Provinsi Riau. Informasi dari sumber tak resmi ini cukup meresahkan.
Pantauan penulis (sampai tulisan ini dinaikkan, red), belum ada informasi dari sumber resmi terkiat rumor yang berkembang tersebut. Kedua, terkait salah seorang warga Pekanbaru dalam yang meninggal dalam status Pasien Dalam Pengawasan (PDP). Dalam informasi yang beredar di media sosial yang dilengkapi foto, meski PDP, pasien sempat dibawa pulang keluarganya. Sama dengan yang pertama, sampai tulisan dinaikkan, belum penulis temukan informasi resmi dari pemerintah.
Mereduksi Ketidakpastian
Salah satu tujuan dari komunikasi adalah untuk mengurangi ketidakpastian yang dirasakan oleh individu mengenai lingkungan dan orang-orang di sekitarnya. Berger dan Bradag (1982; Dainton & Zelley, 2005: 36; Knoblock, 2009: 976; West & Turner, 2007: 166; dalam Kriyantono, 2014: 143) mengatakan, terdapat dua jenis ketidakpastian yang dirasakan oleh seseorang.
Ketidakpastian yang pertama adalah ketidakpastian perilaku (behavioral uncertainty), yaitu ketidakpastian yang berkaitan akan perilaku mana yang seharusnya seseorang lakukan dalam suatu situasi. Ketidakpastiaan yang kedua adalah ketidakpastian kognisi (cognitive uncertainty), yaitu ketidakpastian yang berkaitan tentang apa saja yang seharusnya dipikirkan tetang sesuatu.
Dalam praktik public relations, teori ini digunakan untuk meminimalisir adanya ketidakpastiaan publik terhadap suatu organisasi. Atau pada kondisi sekarang ini, komunikasi diperlukan oleh publik untuk meminimalkan ketidakastian mengenai kondisi. Pada bagian lain, tugas public relations adalah menciptakan citra dan reputasi yang positif mengenai organisasi kepada publiknya (Kriyantono, 2014: 146).
Informasi yang diberikan kepada publik –oleh organisasi pemerintah- haruslah lengkap dan tidak boleh terpotong-potong. Karena, informasi ini lah yang akan menentukan perilaku publik terhadap organisasi. Apakah nantinya publik akan mendukung organisasi atau mungkin justru berlainan sikap dengan organisasi. Oleh karena itu, organisasi harus membantu publiknya untuk mengurangi ketidakpastian dengan lebih terbuka memberikan informasi (seld-disclosure), sehingga publik dalam keadaan berkecukupan informasi atau well informed (Kriyantono, 2014: 146).
Pada titik ini lah, dalam kondisi wabah Covid-19, peran penting dilakukan Satuan Kerja Bidang Komunikasi dan Informasi yang dalam hal ini di Provinsi Riau dilakukan oleh Dinas Komunikasi, Informasi dan Statistika (Diskominfotik). Hal ini sejalan dengan amanat Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo) Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Konkuren Bidang Komunikasi dan Informatika. Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan bidang komunikasi dan informatika sub urusan informasi dan komunikasi publik ini, pada ayat (1) meliputi, di antaranya; monitoring opini dan aspirasi publik; monitoring informasi dan penetapan agenda prioritas komunikasi Pemerintah Daerah; pengelolaan konten dan perencanaan Media Komunikasi Publik; pengelolaan Media Komunikasi Publik; pelayanan Informasi Publik; layanan hubungan media; kemitraan dengan pemangku kepentingan; manajemen komunikasi krisis dan beberapa tugas lainnya.
Cyber PR
Mengantisipasi kendala tugas yang tidak bisa dilakukan seperti dalam keadaan normal, Diskominfotik Riau terlihat sudah menjalankan beberapa strategi. Pertama dengan meluncurkan situs corona.riau.go.id. Situs ini berisi informasi mengenai segala sesuai tentang Covid-19 di Riau. Mencakup edukasi dan informasi perkembangan wabah. Edukasi meliputi tentang pencegahan, gejala, dan apa yang harus dilakukan. Sedang informasi meliputi jumlah pasien positif, PDP, ODP, tingkat kesembuhan dan peta penyebaran. Kemudian Diskominfotik Riau juga secara berkala melakukan berkonfrensi pers secara virtual yang juga disiarkan live di Instagram (IG) diskominfotikprovriau, www.streaming.riau.go.id dan chanel youtube Diskominfotikprovriau. Konten itu juga menjadi berita di website www.mediacenter.riau.go.id dan muncul di IG humas_riau.
Strategi komunikasi publik yang dilakukan ini Diskominfotik Riau ini dinilai cukup tepat. Dalam kondisi sekarangm, pemerintah tidak mesti menghadirkan media sebanyak-banyaknya. Soal waktu, konferensi pers model ini juga efisien. Pelaksanaan komunikasi publik model ini juga efisien dan ekonomis. Semua ini juga tak terlepas dari sudah tersedianya, platform saluran media online dan media sosial Diskominfotik Riau dan Humas Riau. Kecuali yang baru hanya website www.corona.riau.go.id, kanal digital lainnya sudah eksis sebelumnya.
Komunikasi publik saat Covid-19 yang dilakukan oleh Diskominfotik Riau ini sejalan dengan apa yang disebut dengan Cyber Public Relations atau e-PR (elektronic Public Relation). Yakni kegiatan Public Relations yang menggunakan internet sebagai media komunikasi. Media internet dimanfaatkan oleh praktisi public relations untuk membangun merek atau brand dan memelihara kepercayaan publik.
Ada sejumlah kelebihan praktek cyber public relations. Yakni komunikasinya konstan, karena internet bekerja selama 24 jam dan 7 hari dengan potensi target publik seluruh dunia. Selain itu, respon didapat bisa cepat sehingga tidak perlu membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan jawaban atau balasan dari informasi yang disampaikan. (Onggo 2004:2-7).
Public Relations merupakan bidang yang berkaitan dengan mengelola citra dan reputasi seseorang atau sebuah lembaga untuk dinilai oleh publiknya. Dengan demikian, bahwa yang dimaksud dengan Public Relations adalah segala upaya, usaha yang dilakukan dengan tujuan untuk menanamkan persepsi, tanggapan penilaian dari orang lain.
Onggo mengatakan, melalui cyber public relations, maka praktisi public relations dapat dengan mudah untuk melewati berbagai batasan dan penghalang, serta memudahkan public relations dalam menyampaikan pesan-pesan korporat kepada target, baik itu publik internal maupun publik eksternal, tanpa melalui atau bergantung pada pihak manapun seperti jurnalis atau editor jika didistribusikan di media cetak maupun elektronik.
Dikutip dari Buku Memaksimalkan Pemanfaatan Media Sosial di Lembaga Pemerintah terbitan Kemenkominfo RI Tahun 2018, berikut adalah beberapa manfaat media sosial bagi pemerintah:
a. Mendorong efisiensi pemerintahan
Peluang penggunaan media sosial dapat meningkatkan efisiensi dan juga penghematan biaya. Penggunaan media sosial di lingkungan pemerintahan juga dapat menjangkau khalayak yang lebih luas lagi. Selain itu, media sosial juga menggunakan teknologi Artificial Inteligent (Kecerdasan Buatan) dan berbagai perangkat tambahan yang dapat membantu proses analisa data. Hal ini dapat berdampak pada waktu yang lebih singkat dan juga penggunaan sumber daya yang lebih sedikit.
b. Memulihkan kepercayaan masyarakat yang turun
Masyarakat modern adalah masyarakat yang kritis terhadap informasi. Di era keterbukaan seperti saat ini, masyarakat lebih mempercayai informasi dari media sosial, whatsapp group dan media informasi lainnya. Maraknya berita bohong yang beredar di media juga menimbulkan rasa tidak percaya. Media sosial dapat menjadi solusi karena dapat menjangkau khalayak secara lebih personal dan komunikatif.
c. Menghadapi perkembangan zaman
Dengan adanya perubahan dan transformasi digital, lembaga pemerintah menghadapi serangkaian tantangan tertentu termasuk pemotongan anggaran, menuanya staf dan aparatur sipil yang dimiliki, dan birokrasi yang dapat menghalangi kemajuan. Tantangan ini harus diatasi sejak awal dengan mempersiapkan perencanaan dan tindakan antisipasi sejak awal, sehingga pemerintah tidak gagap dalam mengatasi masalah yang akan muncul di kemudian hari.
d. Sarana komunikasi di saat krisis dan bencana alam
Salah satu kecenderungan masyarakat ketika terjadi bencana atau suatu krisis adalah mereka mencarinya di media sosial. Publik sangat bergantung pada media sosial terutama ketika peristiwa yang menyangkut kondisi hidup dan mati mereka untuk mencari bantuan. Misalnya dalam bencana alam yang menimpa suatu daerah, informasi dapat tersebar dengan mudah (viral) ketika diunggah di sosial media. Bagi pejabat pemerintah, media sosial harus memainkan peran yang jelas dalam strategi komunikasi krisis mereka.
Apa yang dilakukan Gubernur Riau, Syamsuar, pada 1 April 2020, saat melakukan dialog jarak jauh (melalui video call) dengan pasien positif Covid-19 pertama Riau, MR, yang sudah sembuh, banyak mendapat apresiasi. Banyak komentar positif masyarakat setelah melihat video yang diunggah di IG dan Youtube Diskominfotikprov Riau. Video tersebut juga banyak dibagikan di medsos.
Gubernur Riau sebagai komunikator utama organisai Pemerintah Provinsi Riau melalu video tersebut bisa memberikan keyakinan kepada publik bahwa keadaan baik-baik saja. Pada video tersebut juga digambarkan optimisme Pemerintah dalam menghadapi wabah Covid-19. Secara tidak langsung, reputasi dan citra organisasi Pemerintah Provinsi Riau juga baik ketika pasien MR menyatakan kepuasannya atas layanan rumah sakit dan tenaga kesehatan yang menangani Covid-19 di Provinsi Riau. Apalagi dialog ini terlihat berjalan natural dan memang tidak di-setting sama sekali.
Kondisi kondusif yang terjadi di Riau saat wabah Covid-19 sejauh ini, tidak terlepas dari cairnya komunikasi publik di Provinsi Riau. Komunikasi antara Pemerintah Provinsi Riau, Forkompimda, Kepalda Daerah, Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat sejauh ini juga berjalan harmonis. Di samping Gubernur Riau, Sekdaprov Riau, Yan Prana Jaya, dan Kepala Dinas Kominfotik, Chairul Riski, yang cukup aktif di media sosial juga sangat berperan dalam cairnya komunikasi ini. Keduanya aktif melakukan update informasi perkembangan Covid-19. Keduanya juga tak kalah tangkas memberi respon bila ada yang bertanya di medsos.
Sejatinya, Pemerintah Provinsi Riau, tidak semata-mata mengandalkan Cyber Public Relation dalam menjalankan komunikasi publik saat wabah Covid-19 ini. Gubernur Riau juga melakukan pertemuan langsung namun terbatas dengan kalangan pers di Riau untuk menyampaikan perkembangan penanganggulangan wabah ini. Seperti pada 3 April 2020, Gubernur bersama Kapolda, Danrem dan Pimpinan DPRD bertemu dengan Pimpinan Media Massa, Organisasi Pers, Komisi Informasi (KI) Riau dan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Riau.
Respon Cepat
Pemanfaatan dan optimalisasi media online dan media sosial official oleh Dinas Kominfotik Riau yang kini ‘dikomando’ Chairul Riski ini untuk mendukung komunikasi publik Pemerintah Provinsi Rau saat wabah Covid-19 ini sudah sangat tepat. Sehingga publik atau masyarakat di Riau bisa selalu mendapatkan informasi resmi yang sahih dari sumber primer. Hal ini tentu saja bisa mengurangi ketidakpastian informasi dan mereduksi informasi-informasi hoaks semininal mungkin. Apalagi informasi ini bisa diakses public setiap saat tanpa terkendala batasan waktu dan jarak. Informasi juga bisa diakses kapanpun karena ada pada dokumen digital (rekaman) dan online.
Saran untuk Diskominfotik Riau, agar lebih lebih mensosialisasikan secara massif keberadaan kanal-kanal digital official Pemerintah Provinsi Riau. Meski konten-konten kanal digital ini secara konten sudah cukup mumpuni, namun pengunjung dan followernya masih sangat diperlukan ditingkatkan. Caranya bisa dilakukan dengan publikasi alamat kanal di media luar ruang, kolaborasi atau mengaitkan dengan kanal-kanal yang sudah banyak follower di Riau, membuat judul konten yang lebih menarik untuk di-klik, share lebih massif dan strategi lainnya.
Saran lainnya, Gubernur, Sekdaprov, Kadis Infokomtik, Kadis Kesehatan dan Satgas Covid-19 diminta cepat merespon informasi yang berkembang di publik. Dan khusus untuk kanal-kanal digital yang mempunyai kolom respon dan komentar perlu disiapkan tenaga-tenaga untuk merangkum dan melayani. Karena menurut pemantauan penulis, respon dan pertanyaan publik di kanal-kanal digital belum mendapat feedback yang memadai. ***
*Penulis: Mahasiswa Pasca Sarjana Ilmu Komunikasi, FISIP Universitas Riau.