RIAUMANDIRI.ID, SEMARANG - Anggota Komisi IX yang membidangi Kesehatan dan Ketenagakerjaan DPR RI Dewi Aryani meminta kepala daerah tidak boleh gegabah mengambil kebijakan lockdown (mengunci seluruh akses masuk maupun keluar dari suatu daerah maupun negara).
"Masyarakat sekarang, dengan makin meluasnya penyebaran virus, mereka makin panik. Oleh karena itu, kepala daerah harus mempertimbangkan banyak aspek, jangan gegabah ambil kebijakan lockdown," kata Dewi Aryani dilansir Antara, Jumat (27/3/2020) malam.
Dewi Aryani menekankan bahwa langkah-langkah kemanusiaan perlu adanya pertimbangan yang matang dan tidak menabrak aturan dari pemerintah pusat maupun peraturan perundang-undangan yang ada. Apalagi, niat baik ini untuk menyelamatkan rakyat.
Politikus PDI Perjuangan ini mengingatkan bahwa kebijakan lockdown ini malah menimbulkan masalah baru karena faktanya masih banyak warga yang masih berkeliaran ke mana-mana.
"Langkah yang diambil ekstrem (lockdown), tetapi realisasinya setengah hati," kata wakil rakyat asal Daerah Pemilihan Jawa Tengah IX ini.
Menyinggung istilah lockdown, Dewi Aryani mengusulkan "karantina wilayah" secara terbatas mengganti istilah asing itu, kemudian menyesuaikan dengan situasi dan kondisi di Indonesia.
Aryani menegaskan bahwa istilah "karantina wilayah" ini sudah ada di dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Adapun yang dimaksud dengan "karantina wilayah" adalah pembatasan penduduk dalam suatu wilayah, termasuk wilayah pintu masuk beserta isinya, yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.
"Dalam masa krisis seperti sekarang ini, kita harus melihat dari kacamata sosial, humanitarian (kemanusiaan), dan pemerintahan," kata anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan ini.
Selanjutnya, tinggal mendata wilayah mana saja di suatu daerah yang rentan terhadap penyebaran virus atau sudah ada yang positif terkena Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Pembatasan ini dilakukan berdasarkan data di lapangan.
Menurut Aryani, sebaiknya pendataan di tingkat rukun tetangga (RT), rukun warga (RW), bukan malah langsung tingkat kota/kabupaten. Hal ini untuk mempermudah Satuan Tugas Monitoring COVID-19 melakukan kontrol melalui patroli. Dengan demikian, lebih efektif dalam pengawasan.
Data "karantina wilayah" terbatas ini, lanjut Dewi, dapat dijadikan acuan oleh tim medis untuk melakukan tes dan fokus pemeriksaan di area tersebut. Hal ini membuat tim medis tidak kelelahan karena titik kerja menjadi efektif.
"Jangan sampai tim medis ini nantinya malah tumbang karena lelah dan sakit dengan coverage area yang makin banyak/luas," ujar Dewi mengingatkan.