RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA – Dokter Hadio Ali Khazatsin SpS dari Ikatan Dokter Indonesia Jakarta Selatan wafat usai terinfeksi virus corona. Hadio merupakan salah satu dokter yang bertugas merawat pasien Corona di salah satu rumah sakit di Jakarta.
Namun, sebelum berpulang, almarhum dokter yang memiliki dua orang anak itu sempat berpamitan dengan keluarga kecilnya.
Dari unggahan milik Birgaldo Sinaga di Facebook, diketahui bahwa dr Hadio sempat berkunjung ke rumah sebelum berpulang.
Ia melambaikan tangan dari depan pagar rumah dan menjaga jarak aman dengan anak dan istrinya, karena sadar bahwa dirinya membawa virus yang bisa saja menular.
Dokter Hadio Ali Khazatsin SpS
"Kerinduan yang membuncah pada anak dan istrinya tak tertahankan. Ia meminta izin pulang hanya untuk melihat dua buah hati dan istrinya yang masih mengandung," demikian tulis Birgaldo Sinaga via Facebook.
Sang dokter terinfeksi virus SARS-CoV-2 seusai merawat sejumlah pasien positif corona di Rumah Sakit (RS) Premier Bintaro. Namun, karena terinfeksi ia akhirnya dirawat secara intensif di RS Persahabatan.
Sayangnya, dokter muda tersebut gugur seusai mengorbankan seluruh tenaga guna membantu penanganan COVID-19.
Banyak orang merasa terpukul dengan kepergiannya, termasuk salah satunya Birgaldo Sinaga. Ia pun sempat menulis surat perpisahan bagi sang dokter di akun Facebook-nya.
Alm. dr. Hadio Ali, SpS saat berpamitan pada keluarga sebelum wafat (via Facebook)
Berikut adalah isi suratnya:
"Saya bergidik mendapat kiriman foto pertemuan terakhir dokter Hadio dengan dua anaknya yang masih kecil dan istrinya yang masih mengandung.
Dokter Hadio Ali Khazatsin, seorang neurolog yang bertugas di RS Priemier Bintaro. Dua minggu lalu, banyak pasien terpapar virus corona masuk rumah sakit.
Dokter Hadio turun tangan ikut menyelamatkan para penderita COVID-19.
Sayangnya beberapa hari setelah menangani pasien, dr. Hadio positif terpapar COVID-19. Ia dikarantina. Ia diisolasi di RS Persahabatan.
Kerinduan yang membuncah pada anak istrinya tak tertahankan. Ia meminta izin pulang. Hanya untuk melihat dua buah hati dan istrinya yang masih mengandung.
Dokter Hadio tahu ia tidak boleh dekat dengan anak istrinya. Sesampainya di depan pagar kayu rumahnya yang berwarna coklat, dr. Hadio menelepon istrinya.
Ia mengabarkan sudah tiba di depan rumah. Ia meminta anak dan istrinya keluar rumah. Tapi ia meminta mereka tetap di teras depan pintu. Tidak boleh keluar.
Kedua anaknya berteriak kegirangan. Sudah lama buah hatinya ini ditinggal ayahnya.
Kedua bocah kecil itu patuh pada perintah ayahnya. Mereka tetap berdiri di depan teras. Istrinya juga demikian.
Di depan pagar pintu, dr. Hadio berdiri dengan kedua tangan di belakang. Mulutnya terbungkus masker.
Dari jarak lima meter, ayah, ibu dan dua anak ini saling tatap. Tanpa suara. Hanya mata saling berbicara.
"Duhai... anak-anakku dan istriku... Papa sangat mencintai kalian. Bersabar dan kuat ya", batin dr. Hadio berbisik.
Dua anaknya hanya bisa memandang dari jauh. Mereka belum mengerti apa yang terjadi. Mereka belum mengerti mengapa ayahnya tidak berlari menyambut dan menggendong mereka.
Istri dokter Hadio punya firasat. Ia dengan cepat mengabadikan momen tak terlupakan ini. Ia mengambil HP, memotret seketika. Dan ini menjadi momen terakhir pertemuan mereka.
"Selamat tinggal sayang... Jaga anak-anak kita ya sayang. I love you," ujar dr. Hadio lirih sambil melambaikan tangannya.
Dokter Hadio masuk mobil berwarna biru tua. Di dalam mobil batinnya bergolak, mengharu biru.
Mata saya berkaca-kaca saat melihat foto ini. Really sad.
Dokter Hadio selamat jalan ya...
Kami semua mencintai dan mendoakan dokter yang terbaik..
Love you dokter...
Salam perjuangan penuh cinta.
Birgaldo Sinaga."