RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA – Gelombang PHK (pemutusan hubungan kerja) sedang menerjang pekerja di Indonesia. Pada pertengahan Februari 2020, kabar PHK 677 karyawan PT Indosat Tbk geger. Terbaru, kabar PHK datang dari produsen es krim AICE, PT Alpen Food Industry (AFI) di mana sebanyak 300 buruh mendapatkan surat PHK.
Pemerintah tentu tak tinggal diam, salah satu yang digencarkan adalah program Kartu Pra Kerja untuk menambah keahlian korban PHK.
Lalu, apakah program ini efektif untuk mengurangi jumlah PHK?
Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Pieter Abdullah menilai program tersebut bukan untuk mencegah PHK terjadi, malah seakan membiarkan orang terkena PHK.
"Yang harus dilakukan pemerintah bukan memberikan kartu-kartu. Kalau itu sifatnya mereka dibiarkan kena PHK," kata Pieter, Senin (9/3/2020) dilansir dari detikcom.
Menurut Pieter, yang harus dilakukan pemerintah adalah mencegah agar perusahaan-perusahaan tidak semakin banyak melakukan PHK. Hal itu bisa dilakukan dengan cara menahan perlambatan laju ekonomi.
"Yang harus dilakukan pemerintah itu adalah mencegah menyebarnya PHK. Caranya menahan perlambatan ekonomi. yang tadinya disebutkan pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan turun kisaran 5% jadi 4%. Jangan sampai itu turun lagi di bawah 4%. Kalau dia di bawah 4% akan banyak lagi yang di PHK, turun lagi 3% akan banyak lagi yang di PHK," sebutnya.
Pieter berpesan, kalaupun pertumbuhan ekonomi turun di bawah 5%, setidaknya tidak lebih dari 4,9% agar laju PHK tidak semakin meluas.
"Jadi pemerintah harus menahan sekuat mungkin agar pertumbuhan ekonomi kalau pun turun dari 5%, turunnya nggak jauh dari 5% misalnya 4,9% itu masih relatif baik," ujar dia.
Hal yang sama juga dikatakan oleh Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Ahmad Heri Firdaus. Menurutnya, Kartu Pra Kerja belum teruji efektivitasnya.
"Itu belum teruji efektifitas Kartu Pra Kerja karena kalau PHK dapat Kartu Pra Kerja itu ada jaminan nggak setelah dia tidak memegang Kartu Pra Kerja bakal mendapat kerja yang layak? Artinya efektivitasnya belum teruji," kata Heri.
Selain itu, Kartu Pra Kerja juga dinilai akan memberikan beban anggaran yang lebih kepada pemerintah.
"Artinya kalau banyak yang di PHK beban anggaran pemerintah makin banyak kalau pakai Kartu Pra Kerja. Belum lagi nanti angkatan kerja baru mereka mau megang Kartu Pra Kerja juga, ditambah lagi nanti yang kena PHK mau pegang Kartu Pra Kerja juga. Akibatnya beban pemerintah makin besar," sebutnya.