PEKANBARU (HR)-Mantan anggota DPRD Riau H Djufri Hasan Basri mengajukan gugatan ke sejumlah pihak di lingkungan Pemprov Riau. Hal itu dilakukan seiring dilakukannya pembangunan gudang milik Badan Penanggulangan Bencana Daerah Riau, di atas lahan miliknya di kawasan Kulim, Tenayan Raya.
Menurut Djufri, langkah itu terpaksa ditempuhnya setelah beberapa upaya perundingan dan perdamaian yang diajukan pihaknya tidak kunjung direspon oleh pihak-pihak terkait.
Dalam pertemuan dengan wartawan, Senin (30/3) di Cafe Numano Rumbai, Djufri menuturkan, pembangunan gudang milik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau itu dilakukan di atas lahan miliknya seluas dua hektare di kawasan Kulim Tenayan Raya.
Pihaknya menilai, Pemprov Riau dan sejumlah instansi terkait telah menyerobot lahan miliknya. Pasalnya, kepemilikan lahan tersebut masih atas nama dirinya dan ia secara pribadi tidak pernah menjual atau mengalihkan kepada orang lain.
Lebih lanjut, Djufri Hasan Basri menuturkan, dirinya memang pernah menjaminkannya lahan itu kepada Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan Riau.
Hal itu bermula ketika H Djufri Hasan Basri sebagai pemborong proyek pengadaan lahan transmigrasi di Lipat Kain, Kabupaten Kampar pada 27 Maret 1982 dengan nilai kontrak Rp1.628.890.000.
PT Cipta Sarana Usaha yang dipimpinnya telah menerima uang muka sebesar 20 persen dari nilai kontrak atau sebesar Rp325.778.000. Proyek tersebut berhasil diselesaikan sesuai waktu yang ditentukan yakni pada 21 Agustus 1985 yang nilainya tidak seperti kontrak awal karena ada adendum kontrak sebanyak dua kali.
Setelah pekerjaan selesai 100 persen, pembayaran dilakukan sebesar nilai kontrak. Namun pemberi tugas/proyek tidak mengurangi uang muka sebelumnya secara penuh, sehingga pemborong mengalami kelebihan pembayaran sebesar Rp61.762.874.
Dengan kelebihan tersebut pemborong tidak bisa membayarnya dan mejaminkan sebidang tanah seluas 2 hektare yang dulunya terletak di Desa Kulim Atas Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar. Sekarang, lahan itu berada di Kecamatan Tenayan Raya, Kota Pekanbaru.
"Saya tidak akan menuntut bangunan itu dirobohkan. Setidaknya saya dimintai pertimbangan. Tapi jika hak saya tidak dipedulikan, tentu saya akan mencari keadilan sesuai dengan jalur hukum," ungkapnya.
Ditambahkannya, pada September 2013 lalu, pihaknya telah menyurati Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan (Disnakertransduk) Riau meminta kembali surat tanah yang dijaminkan atas dasar adanya sisa utang uang muka tersebut.
Tak hanya itu, ia juga sempat melakukan audiensi dengan Gubernur Riau Annas Maamun dan Plt Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rahman. Kepada Pemprov Riau, pihaknya juga sudah melayangkan tiga surat permohonan untuk mencari penyelesaian terhadap permasalahan tersebut. Namun hingga saat ini, permohonan tersebut masih tidak diidahkan dan diperhatikan.
Atas dasar itulah, dirinya yang didampingi empat orang kuasa hukumnya melakukan gugatan per tanggal 24 Maret 2015. Gugatan itu ditujukan kepada Notaris Asman Yunus yang dinilai telah mengeluarkan surat palsu, yang menyatakan adanya pengalihan kepemilikan atas lahan tersebut. Gugatan kedua ditujukan kepada Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan Riau, selanjutnya Pemprov Riau up Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau dan Gubernur Riau.
Djufri juga menuturkan bahwa dirinya tidak akan melakukan eksekusi langsung. Tapi bagaimana pihak BPBD bisa berunding untuk penyelesaian atas kepemilikan tanahnya.
Sementara itu, pada kesempatan yang sama, Ketua PWI Riau, H Dheni Kurnia menuturkan bahwa dirinya mendukung Djufri atas penyerobotan pihak BPBD, apalagi lahan tersebut adalah milik salah seorang wartawan senior dan salah satu anggota PWI Riau.
"Kita tentu akan perjuangkan hak anggota PWI, karena yang dizalimi adalah anggota PWI yang merupakan wartawan senior di Riau. Untuk itu kita akan terus memperjuangkan hak insan pers yang direbut Pemprov," ujarnya. (nie)