RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA – Front Pembela Islam (FPI), GNPF Ulama, dan Persaudaraan Alumni (PA) 212 akan menggelar aksi 212 'Berantas Mega Korupsi Selamatkan NKRI' besok. Polisi mengingatkan pedemo soal hak dan kewajiban mereka.
"Yang penting sekali lagi harus menjaga keutuhan NKRI," kata Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Asep Adi Saputra di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (20/2/2020).
Asep menuturkan, di Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Penyampaian Pendapat di Muka Umum ada hak dan kewajiban bagi para pedemo. Haknya yaitu mendapat perlindungan berupa pengamanan saat aksi.
"Haknya mereka dilindungi undang-undang, artinya pihak kepolisian melakukan pelayanan pengamanan terhadap kegiatan itu. Kewajibannya dia melaporkan berapa jumlah massa yang dikerahkan, siapa pimpinannya, alat peraga atau apa yang akan digunakan," tutur Asep.
Kewajiban pedemo selanjutnya adalah mematuhi ketentuan seperti mengakhiri aksi pada pukul 18.00 WIB dan menjaga keamanan serta ketertiban masyarakat. "Tidak boleh mengganggu kamtibmas. Dia tidak boleh mengganggu aktivitas masyarakat lain dan menghormati norma-norma sosial yang berlaku," tutur Asep.
Sebelumnya, Ketua Umum PA 212, Slamet Maarif menyebut puluhan ribu massa akan turun dalam aksi itu. Slamet mengatakan lokasi aksi akan berpusat di depan Istana Negara, Jakarta. Sementara untuk titik kumpul akan difokuskan di Patung Kuda.
"Estimasi massa insyaallah kita yakin puluhan ribu," kata Slamet dalam konferensi pers di Aula Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Rabu (19/2/2020).
Aksi ini bakal digelar pada Jumat, 21 Februari 2020. Dalam pernyataan yang dikirimkan Sekretaris Umum FPI Munarman, aksi ini dilatarbelakangi penggagas yang merasa penanganan sejumlah kasus mandek. Penggagas 'Aksi 212 Berantas Mega Korupsi Selamatkan NKRI' juga berbicara soal lingkaran kekuasaan.
"Negara, dalam hal ini para aparat penegak hukum, hingga kini belum menunjukkan sikap yang serius untuk menuntaskannya. Diduga kuat mandek dan mangkraknya penanganan kasus-kasus megakorupsi yang makin menggila tersebut karena melibatkan lingkaran pusat kekuasaan. Perilaku tersebut terjadi sebagai bagian dari modus korupsi mereka untuk pembiayaan politik guna meraih dan melanggengkan kekuasaan," bunyi pernyataan bersama FPI, GNPF Ulama hingga PA 212, Selasa (4/2).