RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA – Budayawan sekaligus Ketua Majelis Adat Sunda Mochamad Ari Mulia mendesak budayawan Ridwan Saidi membuktikan ucapannya soal Kerajaan Galuh yang ia sebut tidak ada, serta makna kata Galuh adalah brutal. Ari mengancam akan memproses Ridwan Saidi secara hukum jika tak bisa membuktikan ucapannya.
"Saya kira Ridwan Saidi harus buktikan omongannya bahwa Galuh bukan kerajaan atau fiktif, lalu galuh itu brutal menurut bahasa Armenia. Itu buktikan dulu, kamus Armenia yang mana lalu buku sejarah yang mana bahwa tidak ada Kerajaan Galuh? Kalau tidak bisa buktikan, proses hukum yang akan buktikan," kata Ari saat dihubungi Minggu (16/2).
Ari menuturkan di zaman sekarang seseorang bebas berpendapat apa saja. Namun tetap harus bersandar pada fakta dan bukti yang bisa dipercaya kebenarannya.
"Memang harus hati-hati dalam mengucap, harus ada dasarnya. Apalagi sejarah itu bicara literatur, apa yang dia pakai sehingga bilang galuh brutal? Jangan gitu kalau mau beken, jangan sakiti hati orang lain," ucapnya.
Ari menambahkan dirinya siap beradu argumentasi dengan Ridwan Saidi soal sejarah Kerajaan Galuh. "Kami bisa buktikan ini sejarahnya ada dari mulai zaman Tarumanagara dan bagaimana lahirnya Galuh. Ada catatan sejarahnya," ucapnya.
Ia pun mendukung warga Ciamis yang menuntut Ridwan Saidi meminta maaf jika gagal membuktikan ucapannya soal Kerajaan Galuh.
Pernyataan Ridwan Saidi soal Kerajaan Galuh ditayangkan di sebuah channel YouTube. Ridwan menyebut Galuh artinya brutal dam menyatakan bahwa di Ciamis tidak ada kerajaan.
"Saya mohon maaf dengan saudara dari Ciamis. Di Ciamis itu nggak ada kerajaan, karena indikator eksistensi kerajaan itu adalah indikator ekonomi, Ciamis penghasilannya apa? Pelabuhannya kan di selatan bukan pelabuhan niaga, sama dengan pelabuhan kita di Teluk Bayur, bagaimana membiayai kerajaan," ujar Ridwan.
"Lalu diceritakanlah ada raja Sunda Galuh. Sunda Galuh saya kira agak keliru penamaan itu, karena galuh artinya brutal, jadi saya yakin tidak ada peristiwa Diah Pitaloka, wanita dari Sunda Galuh itu dipanggul-panggul dibawa ke Hayam Wuruk untuk dikawinin. Itu yang dikatakan perang bubat, sedangkan bubat itu artinya lapang olahraga bukan nama tempat. Jadi di bubat yang mana dia perang. Juga di Indonesia tidak ada adat perempuan mau kawin dijunjung-junjung dianterin ke rumah lelaki itu kagak ada, itu tidak Indonesia," tuturnya.
Pernyataan tersebut menuai protes dari sebagian tokoh dan masyarakat Jawa Barat. Ridwan bahkan diminta datang ke Ciamis untuk menjelaskan secara klir pernyataannya soal Kerajaan Galuh. Budayawan yang akrab disapa Babe ini menyatakan sudah menerima undangan tersebut dan siap datang ke Ciamis untuk memberi penjelasan.