RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA – Selebgram transgender Lucinta Luna kini diamankan polisi karena mengonsumsi narkoba. Tingkah lakunya sempat membuat publik heboh dan dituding halu oleh netizen. Salah satunya, soal pengakuannya rutin menstruasi setiap bulan.
Ia dikenal sebagai transgender, meski ia selalu menepis anggapan itu. Namun jika memang benar Lucinta Luna menstruasi dan memiliki rahim. Apakah transplantasi atau cangkok rahim memang semudah itu?
Menanggapi hal ini, Dr dr Kanadi Sumapraja SpOG-KFER, MSc dari Rumah Sakit Pondok Indah menjelaskan riset terkait transplantasi rahim sampai saat ini masih terbilang sedikit.
"Sekali lagi kita harus melihat apakah betul sampai seperti itu. Karena sekali lagi kalau operasi rekonstruksi itu tidak begitu mudah ya untuk membuat vagina dan kemudian rahim, serperti itu, rahimnya juga darimana. Itu kan harus dilihat juga kesesuaiannya, kenapa kalau transplan itu harus datang dari ibunya, karena masalah kesesuaian, semakin jauh semakin tidak punya hubungan keluarga antara donor dan resipien, itu semakin tinggi kemungkinan proses penolakannya. Jadi artinya kita harus melihat secara jernih, transplantasi rahim di Indonesia belum pernah dilakukan," jelasnya saat ditemui di SEIA Restaurant, Jakarta, Kamis (13/2/2020).
Menurutnya, negeri Swedia yang memiliki angka praktik transplantasi rahim yang cukup banyak dibandingkan dengan negara lain pun pasiennya masih sedikit. Banyak risiko dan reaksi penolakan yang bisa terjadi saat akan memindahkan organ satu ke organ lainnya.
"Kalau pun ada transplantasi rahim itu harus dilakukan menurut kesesuaian dari sistem kekebalan tubuhnya, kan kalau kita meninggalkan organ dari satu organ ke orang lain ini kan berpotensi untuk tubuhnya melakukan reaksi penolakan, karena dia dianggap sebagai benda asing. Nah tidak semudah itu ya, kalau secara teoritis ya mungkin bisa-bisa saja, dan juga transplantasi ovarium yang sudah dilakukan saat ini pun transplantasi ovarium pada kembar yang identik, kembar identik, itu saja kembar identik sudah kaya orang yang nggak ada bedanya, cuma kaya pinang dibelah dua saja, jadi kalau menurut saya itu perlu dilihat lagi kebenarannya," tambahnya.
"Jadi sampai saat ini masih dalam ranah riset, ya di luar negeri seperti di Swedia yang setahu saya sudah memiliki angka keberhasilan untuk mendapatkan anak dari transplantasi rahim pun masih sangat membatasi, jumlah pasiennya pun masih sangat-sangat terbatas," pungkasnya.