JAKARTA (HR)-Konflik dualisme kepengurusan di tubuh Partai Golkar yang masih berkecamuk hingga kini, dinilai bakal merugikan partai berlambang pohon beringin itu. Golkar bisa saja ditinggalkan partai lain, jika konflik itu belum juga tuntas sebelum tahapan pemilihan kepala daerah serentak dimulai.
Sebab, dengan kondisi seperti saat ini, bisa saja partai politik lain enggan berkoalisi dengan Golkar. Apalagi dualisme yang terjadi sangat besar kemungkinannya menjalar ke daerah-daerah. Sementara di sisi lain, pemerintah tengah mengesahkan Undang-undang Pilkada serentak yang akan digelar pada Desember mendatang.
"Akan ditinggal partai lain karena ini pengurusannya tak jelas. Golkar juga akan kesulitan berkoalisi di ajang Pilkada, sehingga bisa saja nanti Golkar tidak ada mencalonkan kadernya di Pilkada," ungkap Ketua Peneliti dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Didik Supriyanto, akhir pekan kemarin.
Didik juga menilai, dualisme pengurusan di Partai Golkar bisa menimbulkan konflik di daerah jika tidak segera diselesaikan. Kondisi serupa juga bisa menimpa Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang juga terbelit masalah serupa.
Menurut Didik, Golkar dan PPP punya waktu lebih kurang dua bulan untuk melakukan konsolidasi sebelum pendaftaran pilkada dimulai pada Juni mendatang. Dalam waktu dua bulan ini, kedua partai itu harus memastikan siapa saja pengurus yang sah, baik di tingkat nasional, provinsi, maupun tingkat kabupaten/kota. "Kalau tidak clear, pasti akan ribut. Inilah yang menjadi pangkal masalah," sambung Didik.
Dia juga menilai, pengurus partai yang sah adalah yang dilegalkan melalui surat keputusan (SK) Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham). Pengurus yang sah menurut SK Menkumham inilah yang nantinya berhak menetapkan pengurus partai di tingkat daerah.
Sementara itu, Juru Bicara Poros Muda Golkar, Andi Sinulingga, mengaku tidak khawatir jika Golkar ditinggalkan partai lain. Andi optimistis Golkar bisa tetap eksis tanpa berkoalisi dengan partai lain.
Ia justru khawatir Golkar kehilangan dukungan rakyat jika tidak segera menyelesaikan konflik internal partai. "Paling bahaya itu kalau ditinggal rakyat, orang akan tanya, urusan internal partai saja tidak beres, apalagi urus rakyat," ujarnya.
Andi juga menyampaikan, konflik internal ini menjadi ajang pembuktian bahwa Golkar merupakan partai yang matang dan terampil dalam mengelola konflik. Ia menilai, dualisme pengurusan Golkar yang terjadi saat ini merupakan konflik terkeras yang dihadapi sejak era reformasi. Oleh karena itu, Andi berharap konflik bisa berakhir paling lambat pada April nanti. Senada dengan Didik, ia juga mengharapkan seluruh keluarga besar Golkar harus kembali bersatu dalam menghadapi pilkada.
Dipertanyakan
Sementara itu, pernyataan sikap dari DPD I, DPD II dan Fraksi Golkar Riau, yang hanya mengakui sementara kepengurusan Agung Laksono sebagai ketua umum yang sah, dipertanyakan Koordinator Wilayah (Korwil) Sumatera Partai Golkar kubu Agung Laksono, Indra Mukhlis Adnan.
Ia menilai, pernyataan itu secara tidak langsung sama saja tidak mengakui Agung Laksono sebagai ketua yang sah. "Kok hanya sementara, ini kan sudah jelas-jelas hasil munas Ancol yang diakui pemerintah, kenapa harus sementara, ada apa ini," ujarnya, Minggu (29/3).
Menurutnya, kalau DPD I dan DPD II dan Fraksi Golkar Riau ingin mengakui, tidak seharusnya mengatakan sementara. Jika alasan juga menghormati langkah pengurus Munas Bali, yang mengajukan gugatan ke PTUN, lebih baik tidak sama sekali mengakui Agung Laksono.
Ditambahkannya, sesuai hasil rapat konsolidasi seluruh anggota Golkar Riau dengan DPP, Agung Laksono memberikan arahan untuk membentuk Plt DPD II di seluruh Indonesia, yang sudah habis masa jabatannya. Di Riau, seluruh DPD II sudah habis masa jabatan sehingga perlu ditunjuk Plt. Kebijakan ini ditempuh agar Golkar Riau sudah solid saat menghadapi Pilkada nanti.
"Kita ingin pada Pilkada nanti, Golkar Riau bisa solid," tambahnya.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, DPD I dan DPD II, serta frakai Golkar Riau mengadakan tapat tertutup, di Hotel Pangeran Pekanbaru, Jumat (27/3), malam. Dan dalam keterangan pers hang disampaikan oleh Masnur, menyatakan bahwa Golkar Riau menghormati keputusan Menkum HAM, namun Golkar Riau juga menghormati langkah ARB yang mengajukan ke PTUN.
"Kami Golkar Riau, menghormati keputusan dari Menkum HAM yang mensahkan kepengurusan Agung Laksono. Dan kami juga menghormati langkah hukum yang masih di tempuh oleh munas Bali. Dan kami tetap menyatakan menghormati keputusan pemerintah," ucap Masnur ketika itu. (kom, nur)