PEKANBARU (HR)-Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Teluk Kuantan terus menggesa penyelidikan kasus dugaan korupsi pembangunan Cetak Sawah Baru yang berlokasi di Desa Bandar Alai Kari, Kecamatan Kuantan Tengah, Kabupaten Kuansing. Jika tidak ada aral, status perkara akan ditingkatkan ke penyidikan bulan depan.
"Kita masih melakukan penyelidikan," ujar Kepala Seksi (Kasi) Pidsus Kejari Teluk Kuantan, Indra Sejaya, Minggu (29/3).
Sejauh ini, kata Indra, pihaknya telah menemukan ada peristiwa pidana dalam kegiatan tersebut.
"Untuk itu, penanganan perkara ini akan ditingkatkan ke penyidikan. Kemungkinan, bulan depan (April,red) sudah ditingkatkan (ke penyidikan,red), untuk mencari minimal dua alat bukti yang cukup," lanjutnya.
Indra juga memastikan kalau pihaknya sudah mengantongi nama, yang diduga bertanggungjawab dalam dugaan penyimpangan kegiatan tersebut.
"Untuk tersangka, nanti saja. Masih rahasia. Yang jelas namanya sudah kita kantongi," pungkas Indra.
Dari informasi yang berhasil dirangkum, Minggu (29/3), kegiatan pembangunan CSB yang berlokasi di Desa Bandar Alai Kari, Kecamatan Kuantan Tengah, Kabupaten Kuansing, berbau korupsi. Pasalnya, dari 25 hektare yang dianggarkan, hanya dikerjakan seluas 16 hektare.
Peristiwa bermula pada 2012 lalu. Kala itu, ada bantuan dari Departemen Pertanian Republik Indonesia untuk pembangunan CSB. Besaran bantuan tersebut dianggarkan Rp10 juta perhektarnya. Dana tersebut langsung masuk ke rekening kelompok tani yang mengajukan proposal.
Namun setelah dana Rp250 juta untuk 25 hektare CSB itu masuk ke rekening kelompok tani, ternyata tidak dikerjakan sesuai dengan pengajuan. Bahkan CSB milik kelompok tani yang ada di Bandar Alai Kari itu belum menikmati hasil panen. Sementara kelompok tani Desa Gunung Toar yang bersebelahan dengan areal persawahan kelompok tani di Bandar Alai Kari malah sudah.
Saat itu, CSB diikoordinir oleh Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan (DPTP) Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing). Sebab, kelompok tani yang menginginkan adanya percetakan sawah baru, mengajukan proposal ke dinas tersebut. Lalu setelah dana turun dari Pemerintah Pusat, DPTP Kuansing mengawasi serta membuat laporan pelaksanaan.
Yang anehnya, bagaimana sebuah dinas membuat laporan pekerjaan itu tuntas sesuai dengan anggaran dan ketentuan yang seperti dalam petunjuk teknis pelaksanaan, sementara areal 25 hektar sesuai dengan yang diajukan itu tidak ada.
Tidak hanya pekerjaan yang fiktif, bahkan kelompok tani yang mengajukan percetaan sawah baru itu juga diduga fiktif. Dari telusuran Kejari Teluk Kuantan, ternyata kelompok tani yang tertera dalam penerima bantuan Pemerintah Pusat itu fiktif dan keanggotaannya pun fiktif.(dod)