RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi resmi melaporkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna H. Laoly atas dugaan merintangi penyidikan dalam kasus korupsi penetapan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR 2019-2024. Kasus tersebut menjerat eks calon legislatif PDI Perjuangan (PDIP), Harun Masiku dan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan.
Laporan diterima oleh Penerima Laporan Pengaduan Masyarakat atas nama Swasti Putri M dengan pelapor Kurnia Ramadhana. Barang bukti yang diserahkan adalah satu berkas dokumen yang terdiri dari hasil kajian, surat dan tangkapan layar CCTV ketika Harun melintas di Bandara Soekarno Hatta.
Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi terdiri dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Transparency International Indonesia (TII), dan beberapa lainnya.
"Hari ini kita melaporkan saudara Yasonna H. Laoly selaku Menkumham atas dugaan menghalangi proses hukum atau obstruction of justice (OJ)," kata Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana di Kantor KPK, Jakarta, Kamis (23/1/2020).
Kurnia menjelaskan dasar pelaporan itu adalah ketika ada perbedaan pendapat mengenai keberadaan Harun Masiku. Dalam agenda di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas IIA, Jakarta Timur, Kamis (16/1), Yasonna menyatakan Harun masih berada di luar negeri sejak meninggalkan Indonesia pada pekan pertama bulan Januari.
Sedangkan dalam pemberitaan salah satu media, Tempo, Harun diketahui sudah berada di Indonesia pada 7 Januari 2019, sehari setelah dirinya terbang ke Singapura.
Temuan Tempo itu dikonfirmasi setelahnya oleh Direktur Jenderal Imigrasi, Ronny Sompie. Pada Rabu (22/1), Sompie mengakui bahwa Harun telah berada di Indonesia sejak 7 Januari 2020. Harun tiba di Jakarta setelah sehari sebelumnya pergi ke Singapura.
"Karena ini sudah masuk ke penyidikan per tanggal 9 Januari 2020, harusnya tidak jadi hambatan bagi KPK untuk menindak Yasonna dengan Pasal 21 tersebut," ucap dia.
Berdasarkan hal itu, Koalisi, kata Kurnia, menantang Firli Bahuri Cs untuk menindaklanjuti laporan dengan menerbitkan surat perintah penyelidikan (Sprinlidik) atas kasus merintangi penyidikan.
"Harusnya ini jadi tantangan bagi Firli dan empat pimpinan lain," ujarnya lagi.
Selain itu, Kurnia berujar bahwa Koalisi juga meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk mencopot jabatan Menkumham dari Yasonna. "Dan kami minta Presiden mencopot Yasonna," tuturnya.
KPK sendiri tengah mengkaji apakah akan menggunakan Pasal 21 dalam kasus ini. Pelaksana Tugas Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri menuturkan pihaknya tidak ingin gegabah menerapkan pasal merintangi penyidikan.
Ia mengungkapkan KPK terlebih dulu menunggu hasil pendalaman Imigrasi mengenai delay time data perlintasan di Terminal 2 F Bandara Soekarno-Hatta tempat Harun melintas.
"Seluruh kemungkinan itu ada, tapi perlu kajian lebih jauh apakah memang benar pihak-pihak yang ada, yang dianggap menghambat proses penyidikan, termasuk juga nanti ke depan kalau nanti penuntutan terjadi, ya, kita bisa terapkan Pasal 21," kata Ali beberapa waktu lalu.