RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA – KPK menjawab perihal surat perintah penyelidikan (sprinlidik) OTT Komisioner KPU Wahyu Setiawan yang dipersoalkan tim hukum DPP PDIP karena ditandatangani saat proses peralihan pimpinan KPK dari Agus Rahardjo ke Firli Bahuri. KPK meminta tim hukum PDIP membaca secara utuh Keputusan Presiden Nomor 112/P/2019.
"Saya tahu bahwa Pak Maqdir orang yang paham betul tentang hukum. Kami sangat menyayangkan karena tidak membaca secara utuh Keppres 112/P 2019 tersebut," kata Plt Jubir KPK Ali Fikri di kantornya, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (16/1/2020).
Ali menjelaskan, dalam Kepres tertanggal 21 Oktober 2019 itu, disebutkan pimpinan KPK berhenti setelah pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan. Pelantikan dan sumpah jabatan dilakukan pada 20 Desember 2019 sore.
"Bahwa betul Keppres itu tanggal 21 Oktober 2019, namun sangat jelas di diktum yang ketiga itu, di sana pada prinsipnya dinyatakan bahwa berhentinya atau selesainya begitu ya pimpinan KPK yang lama itu adalah sejak kemudian ada pelantikan ataupun adanya pengambilan sumpah jabatan dari pimpinan KPK yang baru, dalam hal ini adalah Pak Firli dkk. Yang dilakukan pada tanggal 20 Desember 2019 pada sekitar sore hari," jelas Ali.
Selain itu, KPK mempertanyakan keaslian sprinlidik tersebut. Sebab, Ali mengatakan KPK tidak memberikan sprinlidik kepada pihak-pihak yang tidak berkepentingan langsung dengan perkara tersebut.
"Tentang keasliannya juga kami tidak masuk ke sana. Apakah itu asli atau palsu. Karena yang jelas bahwa kami dari KPK tidak pernah memberikan surat perintah penyelidikan kepada pihak mana pun selain pihak-pihak yang berkepentingan langsung dengan perkara," ucapnya.
Sebelumnya diberitakan, salah satu anggota tim hukum DPP PDIP, Maqdir Ismail, mempersoalkan sprinlidik terkait OTT Wahyu Setiawan. Dia menyinggung proses pergantian pimpinan KPK dari Agus Rahardjo dkk ke Firli Bahuri cs.
"Sprinlidik tanggal 20 Desember itu ada yang harus kita perhatikan secara baik adalah bahwa keppres pemberhentian pimpinan KPK lama itu diteken pada 21 Oktober 2019," kata Maqdir di kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Rabu (15/1).
"Sementara dalam keppres itu juga dikatakan pengangkatan terhadap pimpinan baru akan dilakukan pada tanggal 20 Desember," imbuh dia.
Pimpinan KPK lama, menurut Maqdir, diberhentikan pada 21 Oktober 2019. Dia menilai pimpinan KPK lama tidak mempunyai kewenangan melakukan hal-hal yang terkait penindakan.
"Artinya apa? Ketika 21 Oktober mereka diberhentikan dengan hormat sampai tanggal 20 Desember sebelum pimpinan baru disumpah, pimpinan KPK itu tidak diberi kewenangan secara hukum untuk melakukan tindakan-tindakan apa yang selama ini jadi kewenangan mereka," jelas dia.
Dalam kasus ini, KPK mengamankan komisioner KPU Wahyu Setiawan dalam operasi tangkap tangan (OTT). Dia kemudian ditetapkan sebagai tersangka bersama tiga orang lainnya, yakni Agustiani Tio Fridelina sebagai orang kepercayaan Wahyu Setiawan sekaligus mantan anggota Badan Pengawas Pemilu, Harun Masiku sebagai calon anggota legislatif (caleg) dari PDIP, serta Saeful sebagai swasta.
Wahyu Setiawan diduga menerima duit Rp 600 juta terkait upaya memuluskan permintaan Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR PAW. Duit suap ini diminta Wahyu Setiawan dikelola Agustiani Tio Fridelina.