RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA – Dua operasi tangkap tangan (OTT) yang dilancarkan KPK dua hari belakangan ini ternyata tanpa seizin Dewan Pengawas (Dewas).
Kendati demikian, Dewas KPK tidak mempermasalahkannya. "Karena masih transisional dari UU lama ke UU baru, Dewas dapat memahami langkah Pimpinan KPK," ujar Anggota Dewas KPK, Syamsuddin Haris, Rabu (8/1/2020).
Syamsuddin mengatakan, kemungkinan penyelidikan untuk 2 OTT terakhir ini terjadi pada kepemimpinan KPK era Agus Rahardjo cs. Dewas KPK sendiri bersandar pada UU KPK baru yaitu UU Nomor 19 Tahun 2019 yang menyebutkan bila Dewas KPK memberikan izin penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan.
"Terkait OTT KPK di Sidoarjo maupun Komisioner KPU tidak ada permintaan izin penyadapan kepada Dewas. KPK masih menggunakan prosedur UU yang lama. Sangat mungkin penyelidikan dan penyadapan sudah berlangsung sejak kepemimpinan KPK jilid 4 (Pak Agus cs). Dewas sendiri belum memiliki organ karena Perpres tentang organ Dewas baru turun," ucap Syamsuddin.
Sebelumnya, OTT pertama dilakukan KPK pada Selasa (7/1) malam terhadap Bupati Sidoarjo Saiful Ilah. Dia diduga terlibat transaksi suap terkait pengadaan barang dan jasa di daerahnya. Lantas OTT kedua berlangsung pada Rabu (8/1) hari ini. Komisioner KPU Wahyu Setiawan juga terlibat transaksi suap.
Dewas KPK memang sebenarnya sedang dalam induksi atau masa pengenalan tentang tugas-tugasnya, termasuk seluk-beluk KPK sejak Senin (6/1) dan berakhir pada Rabu (8/1).
Padahal peran Dewas KPK cukup penting dalam penindakan KPK terkait OTT bila menilik Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 yang merupakan revisi dari UU KPK lama, yaitu UU Nomor 30 Tahun 2002. Dalam UU baru itu terdapat peran Dewas KPK berkaitan dengan pemberian izin penyadapan.