PEKANBARU (HR)-Kisruh dualisme kepengurusan di tubuh Partai Golkar, diyakini akan merugikan partai itu sendiri, termasuk di Riau. Khususnya pada saat pelaksanaan Pilkada serentak, Desember mendatang.
Masalah terletak pada status calon yang bakal diusung partai berlambang pohon beringin tersebut. Dualisme kepengurusan bisa membuat status calon yang diusung meragukan.
Penilaian itu dilontarkan pengamat politik Riau, Indra Meksasai, Jumat (27/3). "Saat ini, kubu Aburizal Bakrie tengah menggugat SK Menkumham yang mengesahkan kubu Agung Laksono. Jika tidak tuntas, akan berdampak terhadap Pilkada serentak di sembilan daerah di Riau, yang rugi tentu Partai Golkar sendiri," ujarnya.
Karena itu, Indra melihat, sengketa dualisme kepengurusan di Partai Golkar memang harus dituntaskan secepatnya. Bila tidak, tidak saja status calon yang diusung jadi meragukan. Bahkan legalitas Partai Golkar juga akan terkena imbasnya dan akhirnya menyebar hingga aspek hukum terhadap kebijakan yang diambil partai. Sebab, masing-masing pihak bisa saja menafsirkan sebuah keputusan dengan penafsiran masing-masing.
Ikut Agung
Di tempat terpisah, pengamat politik Riau lainnya, Saiman Pakpahan menilai, untuk saat ini kubu Agung Laksono adalah yang diakui oleh pemerintah. Sehingga wajar jika seluruh aspek yang berkenaan dengan Partai Golkar harus merujuk kepada kebijaksanaan Agung Laksono dan pengurus lainnya.
Namun kondisi ini tentu saja bisa berubah, bila nantinya hakim Pengadilan Tata Usaha Negara mengabulkan gugatan kubu Aburizal Bakrie yang meminta SK Menkumham terkait kepengurusan Partai Golkar ditolak. "Bila kejadiannya nanti seperti itu, kondisinya tentu juga harus berubah," terangnya.
Sementara terkait pelaksanaan Pilkada serentak di sembilan daerah di Riau yang akan digelar akhir Desember mendatang, Saiman mengatakan, selama SK Menkumham masih berlaku, maka yang diikuti adalah kepengurusan kubu Agung Laksono.
Meski pun Saiman menilai, kader-kader potensial Partai Golkar di Riau, umumnya berada dalam kubu Aburizal Bakrie atau versi Munas Bali. "Namun karena kondisinya sudah seperti ini, ya seharusnya mengikuti kepengurusan Agung Laksono," ujarnya.
Begitu juga bagi Komisi Pemilihan Umum di Riau, yang menjadi pegangan tentu saja apa yang telah diputuskan Menkumham. "Maka mau tidak mau, suka atau tidak, kader partai yang ada di Indonesia dan khususnya di Riau, harus merapat ke kubu Agung," imbuhnya.
KPU Bingung
Belum lama ini, salah seorang komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Riau Ilham M Yasir mengakui pihaknya juga belum bisa mengambil kebijakan terhadap Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang masih terkendala dualisme kepengurusan. Pasalnya, hingga saat ini pihaknya belum menerima Surat Edaran atau kepastian dari KPU Pusat, terkait kubu mana yang bisa diakomodir.
Namun pihaknya tetap berpatokan pada Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 yang di dalamnya tercantum perihal aturan Pemilukada. "Yang jelas sebulan sebelum tahapan pencalonan dimulai, kita sudah harus mendapatkan keterangan tentang kepengurusan partai yang sah," ujarnya. (nal, ben)