PEKANBARU (HR)-Sebuah keputusan baru disepakati pengurus dan kader Partai Golkar di Riau. Untuk sementara, pengurus DPD I dan DPD II Golkar se-Riau, mengakui kepengurusan Agung Laksono, yang saat ini diakui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Namun untuk sikap pastinya, semua sepakat menunggu hasil proses di pengadilan yang saat ini tengah diajukan kubu Aburizal Bakrie.
Keputusan itu diambil dalam rapat koordinasi pengurus DPD I dan DPD Partai Golkar se-Riau, yang digelar di Hotel Pangeran Pekanbaru, yang berakhir Sabtu (28/3) dini hari tadi. Rapat dipimpin Plt Ketua DPD Golkar Riau, Arsyadjuliandi Rachman.
"Hasil keputusan rapat tadi, untuk sementara kita mengakui kepengurusan Agung Laksono. Hal ini juga untuk menghormati pemerintah. Namun untuk sikap pastinya, kita masih menunggu hasil proses hukum yang diajukan Aburizal Bakrie. Saat ini, gugatan telah disampaikan ke PTUN di Jakarta," ungkap Ketua DPD II Partai Golkar Rokan Hulu, Suparman, ketika dikonfirmasi usai rapat.
Dikatakan, dalam rapat yang dihadiri segenap pengurus Partai Golkar se-Riau itu, seluruhnya sepakat untuk menghormati pemerintah. Namun demikian, proses hukum tetap diutamakan. "Kita adalah negara hukum. Kalau secara hukum sudah ada ketetapan, maka itu yang harus didahulukan," terangnya.
Tak Hadir Rapat
Masih terkait dualisme kepengurusan Partai Golkar, sebanyak lima orang anggota DPRD Riau dari Faksi Partai Golkar, tidak hadir dalam rapat konsolidasi yang digelar kubu Agung Laksono di Jakarta, Jumat kemarin. Mereka adalah Suparman, Masnur, Sulastri, Indraputra dan Mirza Noor. Sedangkan sembilan anggota Fraksi Golkar DPRD Riau lainnya diketahui ikut hadir. Mereka adalah Abdul Vattah, Sumiyanti, Erizal Muluk, Nurani, Septina, Ramos, Supriati, Sewitri dan Karmila Sari.
Menurut Koordinator Wilayah (Korwil) Sumatera Partai Golkar kubu Agung Laksono, Indra Muchlis Adnan, anggota tidak datang berarti tidak mengakui Agung Laksono sebagai ketua yang sah. Sikap itu juga dinilai mereka mem-PAW diri mereka sendiri.
"Masih ada waktu bagi mereka, tapi jika sampai tanggal 1 nanti mereka tidak juga ada kepastian, ya mereka yang menyatakan keluar dari Golkarnya Agung Laksono," ujarnya.
Ketika disinggung mengenai kehadiran Plt Gubernur Riau, yang juga Plt DPD I Golkar Riau dari kubu Aburizal, Indra menbenarkan kehadiran Andi Rahman. Namun kehadirannya untuk menghadap Sekjen Golkar guna konsultasi. Sedangkan Andi Rahman tidak mengikuti rapat bersama Agung Laksono.
"Andi itu datang sebagai Plt DPD I Golkar ARB, dia menjumpai Sekjen. Mungkin konsultasi dan saya tidak melihat dia hadir pada rapat," terang Indra.
Sementara itu rapat yang diadakan oleh Agung Laksono merupakan rapat perdana bersama seluruh kader Golkar se-Indonesia. Dalam rapat telah menghasilkan empat program yang akan dijalankan pada tahun 2015.
Keempat program tersebut diantaranya, pembenahan kepengurusan seluruh Partai Golkar di DPP, DPD I dan DPD II, kedua persiapan Musyawarah Daerah (Musda), ketiga persiapan menghadapi pemilihan kepala daerah (Pilkada) tahun 2015 dan terakhir membahas Musyawarah Nasional (Munas) pada tahun 2016.
"Jadi ada empat program yang disepakati dalam rapat konsolidasi, selain itu seluruh kader juga mendapatkan pengarahan dari ketua Agung Laksono. Jadi samgat penting kehadiran seluruh kader Golkar," ungkapnya.
Lapor ke Polri
Dari Jakarta, perseteruan antara dua kubu di Partai Golkar makin panas. Gara-gara rebutan ruang fraksi di DPR RI, kubu Agung Laksono melaporkan elite Partai Golkar kubu Aburizal Bakrie ke Bareskrim Polri.
Laporan tersebut disampaikan Wakil Ketua Umum sekaligus Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR RI versi Munas Jakarta, Agus Gumiwang dan Ketua Koordinator Bidang Hukum dan HAM Golkar, Lawrence Siburian. Beberapa loyalis Agung juga turut mendampingi pelaporan tersebut.
Ada dua elit Partai Golkar yang dilaporkan. Keduanya adalah Ketua Fraksi Golkar di DPR RI Ade Komarudin dan Sekretaris Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo. Keduanya dilaporkan karena dianggap melawan hukum dengan menguasai ruangan Fraksi Golkar di DPR.
Menurut Agus Gumiwang, keduanya dinilai melanggar hukum. Karena Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly sudah mengesahkan kepengurusan pimpinan Agung Laksono.
"Kami serahkan semua pada proses hukum. Kami anggap itu (ruangan fraksi) adalah hak kami. Kami fraksi yang sah berdasarkan UU Politik," tegas Gumiwang usai melapor ke Bareskrim Polri, Jumat (27/3).
Dalam hal ini, baik Ade maupun Bambang dilaporkan dalam kasus pidana karena dinilai melanggar Pasal 167 KUHP dan Pasal 168 KUHP. Pasal 167 mengatur mengenai tindakan seseorang memaksa masuk ke rumah atau ruangan dengan cara melawan hukum. Ancaman hukumannya pidana penjara paling lama 9 bulan.
"Kami sangat terpaksa lapor ke Bareskrim. Hak kami untuk bekerja di situ (ruang fraks), maka kami anggap mereka melawan hukum," tegas Gumiwang.
Tak Ada Paksa Memaksa
Sebelumnya, Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR hasil Munas Bali, Ade Komarudin menegaskan, tidak akan ada pengambilalihan kantor Fraksi Golkar oleh pengurus hasil Munas Jakarta. Ia tidak percaya jika pengurus Golkar yang dipimpin Agung Laksono itu akan menduduki kantor fraksi secara paksa.
Menurut Ade, kalaupun ada suara dari pengurus Golkar hasil Munas Jakarta yang ingin menduduki secara paksa, hal itu ia anggap hanya luapan emosi sesaat. Ia mengaku sangat mengenal karakter kader Golkar yang tidak akan menggunakan cara-cara melanggar hukum dalam menyampaikan aspirasinya.
Ade mengaku memahami keinginan kubu Agung Laksono untuk menjalankan roda kepengurusan setelah ada putusan Menkumham. Namun, ia berharap kubu Agung mampu menahan diri karena ada aturan dalam UU MD3 dan proses perselisihan masih digugat di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. (bbs, nur, dtc, kom)