RIAUMANDIRI.ID, PEKANBARU - Sejumlah peserta seleksi panitia pengawas kecamatan (panwascam) untuk Pilkada 2020 yang diadakan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Siak merasa kecewa karena tidak lulus seleksi.
Ada tiga tahapan seleksi yang harus dilalui para peserta, yaitu seleksi administrasi, tes tertulis (socrative test), dan tes wawancara.
Untuk tes tertulis peserta yang tidak lulus ini memperoleh nilai tinggi. Sebaliknya, peserta dengan nilai rendah malah lulus menjadi panwascam.
Menanggapi hal itu, Komisioner Bawaslu Riau Amirudin Sijaya memberikan penjelasan. Dia mengatakan, tes tertulis atau computer assisted test (CAT) merupakan salah satu unsur penilaian, dan bukan satu-satunya penentu kelulusan.
"Ada [tes] wawancara yang mungkin menurut Bawaslu kabupaten/kota, mereka tak memenuhi kriteria yang diinginkan," ujar dia kepada Riaumandiri.id, Kamis (19/12/2019).
Dia menyebut bahwa penilaian dari tes tertulis (CAT) hanya diambil 30 persen sedangkan tes wawancara bobotnya 70 persen. Dia tak memungkiri hal ini bisa bersifat subjektif. Namun, ujar dia, inilah pertaruhan kredibilitas Bawaslu kabupaten/kota untuk tetap menjaga integritas dalam proses rekrutmen panwascam tersebut.
"Dari tes wawancara yang menilai dari banyak unsur seperti pengetahuan kepemiluan, pengetahuan organisasi, leadership, integritas, kearifan lokal, itu bobotnya 70 pesen," kata dia.
Sebelumnya diberitakan, sejumlah peserta yang tak lulus seleksi panwascam mengaku bingung karena hasil tes tertulis mereka lebih tinggi dari peserta yang diluluskan. Rudi Yanto (37), salah seorang peserta yang berasal dari Kecamatan Bunga Raya salah satunya.
"Nilai tes tertulis saya secara online (socrative test) nomor 3 tertinggi dari seluruh peserta yang ikut dari Kecamatan Bunga Raya, tapi malah nilai yang paling rendah yang lulus," kata Rudi Yanto, Rabu (18/12/2019) sore.
Ia juga mempertanyakan, jika kelulusan itu dinilai dari tes wawancara, lantas di mana letak objektivitas panitia dalam melakukan penilaian. Menurutnya, tidak ada standar yang jelas dalam meletakkan nilai dari tes wawancara tersebut.
"Makanya kami bingung, sebenarnya apa standar panitia penerimaan panwascam dalam menentukan kelulusan kami ini. Dan kalaulah penentunya wawancara, untuk apa dibuat tes online tersebut, sementara sama-sama kita ketahui wawancara itu kan sangat subjektif," kata Rudi.
Hal senada juga disampaikan Handoko, yang juga peserta asal Kecamatan Bunga Raya. Padahal ia memiliki nilai nomor 2 tertinggi dari seluruh peserta yang mendaftar di Kecamatan Bungaraya.
"Saya juga bingung dengan pengumuman kelulusan itu. Saya di socrative test nilainya nomor 2 tertinggi dari seluruh peserta Kecamatan Bunga Raya. Saya juga berpengalaman dan pernah jadi Panwascam, malah saya tak lulus. Makanya saya bingung dengan sistem penilaian panitia," ujar Handoko.
Sementara itu, Komisioner Bawaslu Siak sekaligus Ketua Panitia Penjaringan Panwascam se-Kabupaten Siak, Zuladli Nugraha menjelaskan standar penilaian kelulusan sudah diatur dalam pedoman pembentukan panwascam yang tertuang dalam Surat Keterangan (SK) Bawaslu RI Nomor 0883 Tanggal 04 November 2019.
"Di situ sudah diatur bahwa bobot nilai CAT adalah 30% dan 70% sisanya ada pada tes wawancara. Jadi yang dominan adalah penilaian dalam tes wawancara," ungkap Zulfadli Nugraha melalui pesan Whats App, Rabu (18/12/2019).
Disinggung terkait transparansi hasil nilai wawancara, Fadli menyebutkan, hasil tersebut tidak diberitahukan ke publik karena menyangkut kepribadian seseorang.
"Namun kalau ada peserta yang minta ditunjukkan nilai wawancaranta bisa kami tunjukkan dengan syarat peserta harus membuat surat permohonan tertulis yang ditujukan ke PPID Bawaslu Siak, namun hasil itu hanya untuk diketahui peserta," ujar Fadli.
Untuk diketahui, dari 13 orang yang mendaftar, terpilih 3 orang sebagai panwascam Kecamatan Bunga Raya, yaitu Ahmad Syahyudi, Ike Putriani, dan Sabarudin.
Reporter: Rico Mardianto