Oleh: Dr. Irvandi Gustari
(Akademisi dan Praktisi Bisnis)
RIAUMANDIRI.ID - Kepedean di kampung sendiri namun kuncun di negeri orang, begitulah pengalaman yang pernah dialami oleh Samsung saat masuk ke pasar Amerika terkait produk Hand Phone mereka pada tahun 2015 an awal. Kisah ini menginspirasi kita tentang perlu mawas diri dalam berbisnis dan tidak perlu merasa pernah puas dalam era disrupsi ini, sebab para competitor selalu bergerak mengejar ketertinggalannya dengan segala cara memanfaatkan kemudahan teknologi yang bisa merubah peradaban manusia itu sendiri.
Balik ke topik, ketika para eksekutif Samsung di negeri asalnya yaitu Korea Selatan pada awalnya merasa heran tentang pertumbuhan tingkat penjualan HP Samsung di Amerika Serikat tidak memperlihatkan hasil yang menggembirakan dan bahkan bahkan di banyak outlet memperlihatkan fakta dalam waktu 1minggu, tidak ada transaksi sama sekali.
Info dari eksekutif Samsung yang menjadi perwakilan Korea di Amerika telah banyak memberikan informasi bahwa produk HP Samsung kurang laku di Amerika, dikarenakan produk tersebut dalam banyak hal kurang sesuai dengan selera orang Amerika Serikat. Info tersebut tidak diterima bulat-bulat oleh para eksekutif Samsung di Kantor Pusatnya di Korea Selatan.
Adanya rasa penarasan tersebut, diputuskan dalam rapat pimpinan Samsung untuk mengirim 20 orang level manajer untuk berpencar disegala penjuru Amerika agar dapat melihat langsung secara nyata, apa yang terjadi dipasar Hand Phone (HP) pada kawasan Amerika tersebut.
Menarik untuk dicermati, ternyata para manajer Samsung yang diutus tersebut, terkaget-kaget atas perlakuan dari para penjual atau pedangang HP di Amerika, kenapa ya? Kaget dan terasa ngak percaya , di negara asalnya Samsung di Korea, produk HP tersebut adalah produk kebanggaan dan termasuk berkelas premium dan dijualnya juga di toko-toko eksklusif (Exclusive Store), sedangkan di Amerika mereka lihat sendiri, produk mereka dijual hanya di hypermarket dan itupun di penempatan HP Samsung tersebut di rak display bukan ditempatkan di depan, namun pada barisan belakang dari barisan produk-produk HP lainnya yang lebih disukai di Amerika seperti Sony, Philips, dan tidak jarang ditempatkan pada posisi display, dibelakang pula dari HP merek GE yang pendatang baru yang belum diminati banget di Amerika, walaupun hasil diversifikasi usaha dari GE.
Bahkan di beberapa pertokoan besar yang eksklusif di Amerika, malah menempatkan produk HP Samsung bukan di etalase display, namun pada “bargain bin” atau disini kita kenal sebagai keranjang diskon. Pengalaman nyata ini oleh Samsung dijadikan sebagai awal kebangkitannya di Amerika dan saat ini tidak saja HP Samsung yang digemari di Amerika, kita lihat sudah sangat banyak mobil-mobil merek Korea
Pengalaman di Amerika tersebut menjadikan Samsung belajar banyak dan ketika HP Samsung masuk ke pasar Jepang, dilakukanlah strategi yang matang, sebab kedua negara memiliki sejarah masa lalu, dimana Jepang pernah menjajah Korea Selatan, dan tentunya Jepang tidak akan rela produk Korea berjaya di Jepang dan hal itu lebih kepada rasa harga diri pihak Jepang yang merasa lebih maju.
Ternyata produk Samsung juga termasuk sukses dan menggunakan strategi marketing yang jitu, contohnya yaitu merek asli nya Samsung Galaxy Note 10, maka yang dimunculkan di Jepang dengan merek Galaxy Note 10. Dengan cara begitu produk HP Samsung lebih diterima di hati orang Jepang.
Pengalaman yang tak terelakkan ini, justru menjadi pemicu sebagai dasar untuk mencapai kemajuan yang jauh lebih besar lagi. Yang paling penting adalah kita harus banyak belajar dari Inescapable Experience, dan jangan sekali sekali bangga dengan “manipulated experience”.