RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA - Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin mengatakan pihaknya akan mengupayakan upaya hukum peninjauan kembali (PK) untuk memperjuangkan pengembalian uang jemaah First Travel. Burhanuddin mengatakan upaya ini dilakukan demi kepentingan umum.
"Ini untuk kepentingan umum. Kita coba ya. Apa mau kita biarkan saja?" kata Burhanuddin, di kantornya, Jl Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Senin (18/11/2019).
Burhanuddin mengatakan jaksa masih mengupayakan agar aset First Travel dikembalikan ke korban terpenuhi. Upaya jaksa mengajukan PK ini terhambat karena ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang jaksa mengajukan PK untuk semua kasus.
Langkah Burhanuddin ini pun membatalkan upaya lelang terhadap aset bos First Travel. Aset bos First Travel sedianya diputuskan Mahkamah Agung (MA) untuk dirampas negara. Hal itu terungkap dalam putusan kasasi Nomor 3096 K/Pid.Sus/2018 yang dilansir MA, Jumat (15/11). Putusan itu diketok oleh ketua majelis Andi Samsan Nganro dengan anggota Eddy Army dan Margono.
Sejumlah korban First Travel berunjuk rasa di depan gedung MA beberapa waktu laluSejumlah korban First Travel berunjuk rasa di depan gedung MA beberapa waktu lalu (Lamhot Aritonang/detikcom)
Kejaksaan Negeri (Kejari) Depok sebenarnya sudah memulai tahapan lelang barang bukti First Travel. Namun, Burhanuddin memastikan saat ini aset First Travel tidak akan berkurang.
"Jadi pasti bahwa barang bukti itu tidak akan berkurang. Akan sesuai, tapi untuk diketahui bahwa ini kan harusnya kita berpendapat harusnya dikembalikan kepada korban bukan disita untuk negara. Ini menjadi masalah, eksekusi kita kesulitan kan," kata Burhanuddin.
Hal senada diungkapkan Kapuspenkum Kejagung Mukri yang mengatakan jaksa akan melakukan upaya terobosan hukum baru terkait PK. Sebab ia mengupayakan agar rasa keadilan diraih jemaah.
"Ternyata Putusan MA dari angka 1-529 itu dirampas untuk negara dan tindak lanjutnya adalah dilelang dan disetor ke negara. Kita juga masih mempertimbangkan terkait putusan ini, antara lain, kita masih lakukan kajian dan terobosan hukum dalam bentuk PK," ujar Mukri secara terpisah.
"Meskipun kita tahu, secara normatif berdasarkan MK kita tidak boleh PK. Tetapi dengan adanya putusan ini, dalam hal cari keadilan hal itu tidak tercapai. Kita menganggap, ada kekeliruan dalam penegakan hukum. Terkait barang bukti ini, yang harusnya jadi tuntutan kita malah dirampas untuk negara," sambungnya.
Kajari Depok Yudi Triadi pun menjelaskan pihaknya tak akan melelang aset Andika yang masih digugat secara perdata. Diketahui sejumlah jemaah mengajukan gugatan perdata terhadap Andika menuntut gugatan ganti rugi karena gagal umrah. Yudi menegaskan saat ini jaksa belum melelang aset Andika walaupun putusan sudah inkrah.
"Terkait barang buktinya sebenarnya kemarin itu sedikit terpotong apa yang saya jelaskan. Ada bahasa saya menyampaikan pada saat itu terhadap barang bukti yang masih dalam proses gugatan kita akan mem-pending eksekusi tersebut," kata Yudi di Kejagung.
Ia menegaskan saat ini belum dibentuk tim pembentukan lelang aset Andika. "Belum (belum dibentuk tim lelang) belum masih menunggu," katanya.
Sebelumnya, MA lewat kasasi memvonis seluruh aset First Travel diserahkan ke negara, bukan ke jemaah. Kejaksaan Negeri (Kejari) Depok sudah memulai tahapan lelang barang bukti First Travel.
Dari ribuan barang bukti, terdapat aksesori-aksesori seperti tas mewah, kacamata bermerek, mobil, dan aset lainnya. Aset tersebut rencananya untuk dilelang dan hasilnya dikembalikan ke negara. Kejari mengungkap sudah tidak ada lagi upaya hukum yang bisa ditempuh.
"Ini sudah mulai ini lelang kita satu-satu. Kita sudah mulai penafsiran segala macam. Ini kan kita cuma-cuma fisiknya, tapi proses lelangnya nanti kantor Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL)," kata Kepala Kejari Depok Yudi Triadi kepada wartawan di Kejaksaan Negeri Depok, Cilodong, Depok, Jumat (15/11) lalu. **