RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA - Komite II Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) melakukan kunjungan kerja ke Jawa Barat dalam rangka pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Kunjungan Kerja Komite II DPD RI dipimpin langsung ketuanya Yorrys Raweyai serta beberapa anggota, di antaranya Aa Oni Suwarman selaku tuan rumah. Kunjungan kerja dilakukan dengan pertemuan dan dialog interaktif di Ruang Ciremai-Gedung Sate, Kota Bandung, Selasa (12/11/2109) pagi.
Rapat dimulai dengan pemaparan dari Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat Epi Kustiawan yang menjelaskan kondisi kehutanan di Provinsi Jawa Barat yang juga rentan terhadap perambahan dan kebakaran.
Jawa Barat dengan luas wilayah 3,7 juta hektar, 22,12 persen diantaranya merupakan kawasan hutan. Angka tersebut dibawah minimum yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Pasal 18 yaitu, minimal 30 persen dari luas daerah aliran sungai atau pulau dengan sebaran yang proporsional.
Maraknya pembangunan yang terjadi di Provinsi Jawa Barat, misalnya pembangunan kawasan industri menyebabkan kawasan hutan terus berkurang. Karena itu, Kadis Kehutan Jawa Barat meminta kawasan hutan yang ada itu harus dipertahankan.
Upaya yang dilakukan adalah dengan memberdayakan hutan rakyat dan melibatkan masyarakat kepada pola agroforestry melalui fast growing species. Pola agroforestry ini diperkirakan memakan biaya 7 juta Rupiah/hektar.
Selain minimnya lahan kawasan hutan, Provinsi Jawa Barat juga memiliki lahan kritis yang sangat luas, yakni dari sekitar 3 juta hektar potensi hutan rakyat terdapat 900.000 hektar lahan kritis dengan komposisi 200.000 hektar di dalam kawasan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) dan 700.000 hektar di lahan milik.
Untuk menanggulangi permasalahan tersebut, Pemprov Jawa Barat menyediakan 11.460.000 bibit gratis siap tanam dan melakukan rehabilitasi hutan dan lahan seluas 11.375,63 hektar.
Permasalahan lain adalah masih terdapat ego sektoral antar sektor kehutanan dengan pertanian, maupun perkebunan. Perlu adanya regulasi mengenai ego sektoral untuk tanah-tanah timbul agar tidak saling klaim lahan antar instansi dengan masing-masing argumen melalui masing-masing payung hukumnya.
Para peserta rapat pun turut aktif dalam menghangatkan dialog yang terjadi di Gedung Sate itu. “Perda di setiap Kabupaten/Kota dan kawasan lindung harus ditegakkan serta lebih pro-aktif di setiap rencana pembangunan karena banyak sekali alih fungsi lahan di kawasan resapan air, ” Bapak Aa Oni Suwarman.
Kerusakan hutan Mangrove di wilayah pesisir Jawa Barat juga sangat mengkhawatirkan. Kerusakan ini mengakibatkan terjadinya abrasi. Bapak Yorrys Raweyai mengusulkan perlu adanya elaborasi terkait dengan permasalahan hutan Mangrove di Provinsi Jawa Barat dengan provinsi-provinsi lain, misalnya Provinsi Papua Barat.
Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang juga rentan terjadi di wilayah taman nasional Provinsi Jawa Barat mendapatkan perhatian khusus dari Komite II DPD RI.
Langkah-langkah yang telah diambil Pemprov Jawa Barat untuk menanggulangi permasalahan tersebut adalah dengan mengajak masyarakat untuk membentuk kelompok masyarakat peduli api dan melakukan patroli dini sebagai tindakan pencegahan kebakaran hutan dan lahan.
Bapak Yorrys Raweyai juga turut mengusulkan hasil Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komite II DPD RI bersama dengan para ahli dan pakar pada Oktober silam, yaitu perlu adanya perubahan regulasi terkait dengan penanganan Karhutla melalui pembentukan badan khusus sebagai bentuk mitigasi risiko atau pencegahan terjadinya Karhutla.
Akhir dari kunjungan kerja Komite II DPD RI ke Provinsi Jawa Barat diharapkan mampu membuat Jawa Barat semakin baik sesuai dengan semboyan “Leuweung Hejo, Masyarakat Ngejo” yang berarti secara harfiah Hutan Hijau, Masyarakat Sejahtera.
Reporter: Syafril Amir