RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengatakan pihaknya sudah menyusun aturan terkait larangan narapidana kasus korupsi yang maju dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020. Arief mengaku juga telah menyampaikan rencana tersebut kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Arief menyatakan tetap membuat larangan itu meskipun aturan serupa pada Pemilu 2019 dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA). Dia mengatakan pihaknya menemukan novum baru terkait fenomena kepala daerah terjerat kasus korupsi.
"Karena ada novum baru, ada fakta baru yang dulu menjadi argumentasi dan sekarang patah argumentasi itu," kata Arief di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (11/11/2019).
Pertama, kata Arief, terdapat calon kepala daerah yang sudah ditetapkan sebagai tersangka korupsi dan kemudian ditahan, tetapi masih terpilih. Menurutnya, kejadian itu terjadi pada pemilihan bupati Tulungagung, Jawa Timur, dan pemilihan gubernur Maluku Utara.
"Jadi sebetulnya apa yang dipilih oleh pemilih menjadi sia-sia karena yang memerintah bukan yang dipilih, tetapi orang lain," ujarnya.
Kemudian yang kedua, lanjut Arief, terdapat argumentasi kalau seseorang yang sudah ditahan itu telah selesai menjalani hukuman atau sudah tobat dan tak melakukan korupsi lagi. Namun, faktanya hal itu tak berlaku bagi Bupati Kudus Muhammad Tamzil.
"Tetapi faktanya Kudus itu kemudian, sudah pernah ditahan, sudah bebas, nyalon lagi, terpilih, korupsi lagi," tuturnya.
Arief mengatakan pihaknya ingin kepala daerah yang terpilih itu betul-betul mampu menjalankan tugasnya dengan baik dan menjadi contoh untuk masyarakat. Oleh karena itu, Arief mengaku KPU berencana melarang eks koruptor ikut Pilkada 2020.
"Nah, atas dasar dua fakta ini yang kami menyebutkan sebagai novum ini, maka kami mengusulkan ini tetap diatur di pemilihan kepala daerah," tuturnya.
Menurut Arief, karena belum ada rencana revisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, pihaknya memasukkan larangan napi korupsi ikut Pilkada 2020 dalam PKPU. Saat ini, PKPU tersebut sedang dibahas bersama di DPR.
"Nah, kalau tadi bapak presiden merespons bagaimana, saya pikir ditanyakan kepada Pak Presiden saja," ujarnya.**