RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA – Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) berharap pengganti Idham Aziz sebagai Kabareskrim adalah sosok yang dekat dengan para Kyai sehingga bisa mengayomi umat.
"PBNU tidak bisa mengintervensi Polri dalam memilih dan menentukan Kabareskrim baru. PBNU menyerahkan semua mekanisme pemilihannya kepada Polri. Hanya saja PBNU berharap Kabareskrim baru punya program kerja yang berkaitan dengan keumatan," ujar Rais Syuriah PBNU, KH Mustofa Aqil Siradj, Kamis (7/11/2019).
Bicara soal keumatan, kata Kiai Mustofa, tentunya bicara bagaimana caranya umat yang ada di negeri ini bisa hidup damai, tenteram dan bisa menjalankan ibadahnya dengan tenang.
"Tentunya untuk bisa mengayomi umat, sosok Kabareskrim terpilih nantinya tidak perlu sungkan melakukan silaturahim dan komunikasi dengan ulama," terangnya .
Terkait dengan penanganan radikalisme, Kiai Mustofa mengatakan ini tanggung jawab bersama, tidak bisa hanya mengandalkan institusi kepolisian.
"Karena saya melihat berbicara radikalisme adalah berbicara kepentingan juga. Ada kepentingan agama, ada kepentingan politik dan ada juga kepentingan lainnya," jelasnya. Namun demikian kata Mustofa kepentingan umat lebih penting diperhatikan.
Dari pendataan yang dilakukan Indonesia Police Watch (IPW) ada empat nama yang menjadi calon kuat Kabareskrim. Keempatnya merupakan jenderal bintang dua (Irjen).
"Mereka adalah Kadiv Propam Irjen Sigit, Kapolda Metro Jaya Irjen Gatot Edi, Deputi Operasi Polri Irjen Sormin, dan Kapolda Sumut Irjen Agus," ujar Ketua Presidium IPW, Neta S Pane, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (6/11/2019).
Menurut Neta, keempat nama tersebut merupakan figur-figur jenderal yang memiliki prestasi masing masing di tempat tugasnya.
Neta menegaskan meskipun memilih Kabareskrim adalah hak proregatif Kapolri, namun dalam memilih Kabareskrim yang baru, IPW berharap, Kapolri melihat beberapa aspek.
Menurut Neta, setidaknya, ada empat aspek yang perlu diperhatikan dalam memilih Kabareskrim yang baru. Pertama, aspek senioritas. Kedua, mencermati dinamika internal. Ketiga, figur calon mempunyai pengalaman yang mumpuni di bidang reserse. Keempat, faktor kedekatan dengan ulama.
Faktor kedekatan dengan ulama menjadi penting, menurut Neta, karena ulama masih dipandang sebagai panutan oleh masyarakat di negeri ini. Situasi ini tentunya bisa bersinergi dalam menjaga stabilitas Kamtibmas.
Dia menjelaskan, selain itu adanya isu radikalisme dan dampak ketegangan di era Pilpres 2019 bisa diminimalkan. Setidaknya, adanya isu kriminalisasi terhadap ulama di sepanjang Pilpres 2019 bisa dinetralisir dan dituntaskan dengan pendekatan pendekatan kemitraan.