Singapura (HR) - Ribuan orang berbaris di jalan-jalan Singapura, Rabu (26/3), ketika kereta bersenjata pengusung jenazah membawa peti mati Lee Kuan Yew, bapak pendiri Singapura modern, ke Gedung Parlemen untuk diperlihatkan kepada publik.
Lee wafat dalam usia 91 Senin (23/3) dini hari lalu.
Kidung "Lee Kuan Yew" disampaikan gerombolan manusia begitu kereta jenazah itu memasuki Gedung Parlemen di jantung distrik bisnis negara kota itu di mana jasadnya akan dibaringkan sampai Sabtu di sana. Keesokannya, Minggu, pemakaman akan dilangsungkan.
Peti jenazah yang dibungkus bendera nasional Singapura dibawa dari Istana di mana kantor Perdana Menteri Singapura berada dan keluarga Lee menggelar upacara pribasi dalam dua hari terakhir. Para pemusik memainkan "Auld Lang Syne" begitu prosesi mulai.
Lee, perdana menteri pertama Singapura, dipuja-puji karena telah mengubah negara kota itu dari hanya pangkalan kolonial Inggris menjadi salah satu negara termakmur di dunia, berdasarkan pendapatan per kapita, ditambah perannya yang kuat meresepi negaranya dan menjauhkan diri dari perselisihan.
"Banyak orang yang menilai beliau sedikit keras. Namun untuk memimpin, Anda mesti sedikit keras," kata Mariam Mohammed (52) yang turut dalam antrean di luar Gedung Parlemen bersama keluarganya.
Antrean orang yang tengah menunggu masuk mengular sampai sekitar 2 km, menyeberangi sebuah jembatan di dekat Sungai Singapura dan masuk ke area Boat Quay.
Seorang penjual bunga yang dekat pemberhentian subway menawarkan bunga gratis kepada orang-orang yang tengah berjalan menyaksikan jenazah sang mantan pemimpin.
"Ini adalah peluang terakhir," kata Mohammed. "Saya ingin bertemu dengan beliau secara pribadi demi mengucapkan terima kasih secara pribadi. Namun saya harap beliau mengetahui kami berterimakasih atas apa yang sudah beliau lakukan."
Prosesi lima jam dari Istana ke Gedung Parlemen itu diselaraskan dengan perhatian rakyat Singapura terhadap detail.
Informasi mengenai penutupan jalan dijabarkan melalui media sosial dan laman Otoritas Transportasi Darat, dengan kekacauan minimal dalam lalu lintas di luar area prosesi.
Tentara mengenakan seragam putih dan pita hitam pada lengganya mengatur gerombolan manusia demi mempertahankan mereka berada dalam antrean dan membagikan minuman botol. Toilet-toilet portabel juga siap sedia.
Ratusan orang keluar dari kantor-kantor mereka guna menyaksikan tayangan langsung televisi mengenai prosesi itu di layar raksasa yang diletakkan di sebuah lapangan di pusat distrik bisnis.
"Saya kira ini penting bagi anak saya untuk memahami sejarah negeri ini, sejarah seseorang yang memulai negara ini, dan mengantarkannya sampai seperti sekarang," kata Nadim van der Ros, seorang pengusaha berusia 37 tahun dan suami dari seorang penyanyi terkenal.
Dia dan putranya yang masih berusia dua setengah tahun berada di antrean di luar Gedung Parlemen selama satu jam.
"Kami akan membicarakan soal ini manakala dia sudah dewasa nanti dan bisa memahaminya," sambung dia seperti dikutip Reuters.(ant/ivi)