RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA - Pelaksanaan politik desentralisasi dan otonomi daerah masih menyisakan banyak pekerjaan rumah karena dinilai masih banyak mengandung keterbatasan, pemerintah pusat masih jauh dalam memenuhi janji awalnya, yaitu menyelesaikan masalah-masalah yang muncul dalam hubungan pusat-daerah maupun dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah secara komprehensif.
Hal tersebut terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat Komite I DPD RI Pembahasan Isu-Isu terkait Otonomi Daerah, Hubungan Pusat-Daerah, Pemerintah Daerah serta Antar Daerah bersama Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) dan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI), Gedung DPD RI, Komplek Parlemen Senayan Jakarta, Selasa (29/10/2019).
Dalam hal penyelenggaraan pemerintahan daerah ada dua hal yang selalu mendapat perhatian dan menjadi pergulatan pemerintah Pusat dan daerah, yakni isu tata hubungan kewenangan (pembagian kewenangan) dan tata hubungan keuangan (perimbangan keuangan) antara Pemerintah Pusat dan daerah otonom.
“Kami Komite I melihat harus adanya hubungan harmonis dari pusat sampai ke desa. Kuncinya adalah bagaimana masalah perimbangan keuangan itu ada. Masalah yang menjadi perhatian kita mengenai perimbangan keuangan pusat dan daerah harus selalu dibarengi dengan UU Pemda, harmonisasi dan sinkronisasi antara Undang-Undang dari atas ke bawah. Ini memang berat tapi harus dilakukan,” jelas ketua Komite I Teras Narang.
Pada kesempatan itu, perwakilan Apeksi yang juga Walikota Pare-Pare Taufan Pawe memaparkan permasalahan yang dialami hampir seluruh kepala daerah, yaitu terkait Aparatur Sipil Negara, implementasi fana desa, dana kelurahan.
Selain itu maraknya Operasi Tangkap Tangan (OTT) kepada kepala daerah. Menurutnya, aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) harus lebih meningkat peran dan fungsinya.
“Masalah di daerah itu banyak, apalagi persoalan OTT kepada kepala daerah. Saya kira jika APIP berfungsi dengan baik dan para pejabat pembuat komitmen dan lain-lain bekerja sesuai prosedur, itu akan mencegah karena itu menjadi kontrol bagi pelaksanaan keuangan. Jika sudah terkontrol saya kira para penegak hukum tidak perlu lagi menjadikan para kepala daerah jadi target penagkapan. Kami para kepala daerah punya semangat untuk membangun daerah,” ujarnya.
Pada saat yang sama, Wakil Ketua Komite I Abdul Kholik juga sependapat bahwa daerah harus memperdalam bagaimana memfungsikan APIP dalam mencegah korupsi, kemudian bagaimana urgensi dan kerangka pengaturannya.
“Saya setuju kalau APIP ini harus dikuatkan fungsinya sebagai kontrol di daerah sehingga dapat mencegah terjadinya penyimpangan,” katanya.
Dalam catatan dan temuan DPD RI di lapangan, hal-hal tersebut di atas cukup menimbulkan persoalan signifikan di daerah, baik di level pemerintahan kabupaten/kota maupun provinsi.
DPD RI yang merupakan representasi daerah juga berkepentingan untuk melaksanakan pengawasan pelaksanaan pemerintahan daerah tersebut agar dapat berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
“Kami melihat bahwa pertemuan ini harus digelar rutin, paling tidak tiga bulan atau empat bulan sekali guna mendapatkan berbagai input dari penyelenggara pemerintahan daerah (kepala daerah dan DPRD), baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, sesuai kewenangan dan fungsi DPD RI dalam melaksanakan pengawasan pemerintahan daerah,” pungkas Teras Narang.
Reporter: Syafril Amir