RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA – Dalam hitungan hari, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) periode 2014-2019 akan segera berakhir. Kendati demikian, Jokowi masih ada beberapa tunggakan janji di bidang hukum yang belum dipenuhi.
Sebagaimana diketahui, periode jabatan Jokowi-Jusuf Kalla (JK) akan berakhir tepat pada 20 Oktober 2019. Jokowi lalu akan dilantik kembali menjadi presiden dengan Ma'ruf Amin sebagai pendampingnya.
Dalam rentang waktu tersebut, masih ada beberapa tunggakan janji yang belum ditunaikan. Janji ini juga dipaparkan dalam sembilan agenda prioritas yang disebut Nawa Cita. Dari mulai janji di bidang hukum sampai reforma agraria.
Berikut beberapa tunggakan janji di bidang hukum oleh Jokowi:
1. Penguatan KPK
Sejak awal periode 2014-2019, Jokowi selalu berjanji ingin menguatkan KPK. Janji ini juga tersirat dalam Nawa Cita poin 2. Jokowi kerap menegaskan komitmennya tersebut.
"Intinya kita tetap harus memperkuat KPK. Sudah intinya ke sana," ujar Jokowi di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Selasa (5/6/2018).
Namun, narasi soal pelemahan KPK muncul usai terbitnya UU KPK yang baru. Salah satu poin yang dianggap memperlemah KPK ialah poin soal Dewan Pengawas. UU KPK ini pun sudah mulai berlaku.
Akibatnya, Jokowi didesak untuk menerbitkan Perppu. Kendati demikian, Jokowi belum memberikan kepastian terkait terbitnya Perppu KPK.
"Nggak ada," kata Jokowi menjawab pertanyaan soal kemungkinan menerbitkan Perppu mencabut UU KPK. Wawancara dengan Jokowi dilakukan di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Senin (23/9/2019).
2. Pengungkapan Kasus Penyiraman Novel Baswedan
Jokowi pernah berjanji akan menuntaskan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan. Bahkan, Jokowi memberikan tenggat waktu 3 bulan kepada polisi untuk mengungkap pelaku teror itu.
"Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada TPF (Tim Pencari Fakta, red) sudah sampaikan hasilnya dan hasil itu mesti ditindaklanjuti oleh tim teknis untuk menyasar dugaan-dugaan yang ada. Oleh sebab itu, kalau Kapolri sampaikan meminta waktu 6 bulan, saya sampaikan 3 bulan tim teknis harus bisa menyelesaikan apa yang kemarin diselesaikan," kata Jokowi kepada wartawan di Istana Negara, Jl Medan Merdeka Utara, Jumat (19/7).
Waktu tenggat sudah jatuh tempo. Jokowi masih belum memberikan pernyataan terkait hal ini. Pihak Istana, menyebut, perkembangan kasus ini akan dilihat Jokowi.
"Pasti nanti akan dilihat, ditanyakan perkembangannya," kata Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat (18/10/2019).
Untuk mengungkap kasus tersebut, tim sudah mengecek ulang lokasi kejadian teror penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK Novel. Tim teknis berupaya menemukan alat bukti untuk mengungkap pelaku teror.
3. Mencari Wiji Thukul dan Memperjelas Kasus Munir
Saat masa kampanye, Jokowi pun pernah bernjanji akan mengungkap kasus hilangnya penyair-aktivis Wiji Thukul dan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib. Menurutnya, kedua kasus ini harus diperjelas.
"(Wiji Thukul) Harus ditemukan, bisa ketemu hidup atau meninggal, tapi harus jelas," kata Jokowi di posko relawan sekaligus media center Jokowi-JK yang terletak di Jalan Sukabumi, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (9/6/2014).
Jokowi mengatakan, di dalam prosesnya nanti memungkinkan akan ada langkah rekonsiliasi. Baginya, hal itu tak menjadi soal. Yang penting menurut Jokowi adalah kasus ini menjadi terang benderang.
"Wiji Thukul, saya kenal baik. Kasus Munir apa kurang jelas, yang kurang jelas ya dijelasin," imbuhnya.
Dalam perjalanannya, kedua kasus tersebut belum menemui kepastiannya. Untuk kasus Munir, pemerintah menyatakan bahwa dokumen TPF Munir lenyap.
4. Penuntasan kasus HAM masa lalu
Soal penuntasan kasus pelanggaran HAM masa lalu, Jokowi pun pernah berjanji. Dia berjanji akan berupaya mempercepat penyelesaian kasus-kasus tersebut.
"Pemerintah berupaya mempercepat penyelesaian kasus-kasus HAM masa lalu serta meningkatkan perlindungan HAM agar kejadian yang sama tidak terulang lagi di kemudian hari," kata Jokowi dalam Sidang Tahunan HUT ke-73 RI di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (16/8/2018).
Lima tahun berselang, penuntasan kasus HAM masa lalu ini belum menemukan kejelasan. Pihak Istana mengungkapkan beberapa hambatannya.
"Masalahnya ini, persoalan masa lalu yang cukup lama sehingga kebutuhan-kebutuhan yang bisa mendukung atas terlaksananya hukum berjalan baik, bukti, saksi unsur-unsur inilah yang menghambat penyelesaian secara tuntas," kata Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat (18/10/2019).
Pendekatan non-yudisial pernah diupayakan untuk menuntaskan kasus HAM. Namun pendekatan ini menjadi polemik.
"Untuk itu, perlu ada upaya baru. Jangan pendekatan hukum melulu, tapi juga non-yudisial dikedepankan. Begitu kita kedepankan non-yudisial, berbagai pandangan berkembang jadi sulit," ujar Moeldoko.
Ia menambahkan, Jokowi berkomitmen menuntaskan kasus HAM masa lalu. Moeldoko mencontohkan saat Jokowi menerima massa aksi Kamisan di Istana.
"Sebenarnya upaya ke sana cukup kuat... ini ditandai presiden menerima aksi Kamisan, bukan dari sisi Trisaksi, tapi korban lain, diajak bicara dan diundang para pemangku kepentingan, ada Jaksa Agung, Menkumham. Ini menandakan presiden (ingin) menyelesaikan (kasus HAM)," kata Moeldoko.