Padang (HR)- Anggota DPRD Kota Padang, Sumatera Barat, Wahyu Iramana Putra menekankan kepada pemerintah kota setempat untuk tegas mencabut izin usaha hiburan, cafe dan restoran yang tidak membayar pajak karena tidak mendukung penambahan pendapatan asli daerah.
"Pemkot harus berani menindak para pengusaha yang tidak jujur dalam pelaporan pendapatan hasil usaha mereka, khususnya untuk penghasilan dari penjualan minuman beralkohol. Perda nya kan sudah ada, jadi kenapa harus takut," kata Koordinator Komisi II DPRD Kota Padang, bidang keuangan dan perekonomian Wahyu di Padang, Selasa.
Ia memastikan hampir Rp30 miliar PAD Kota Padang tidak terserap, akibat kelalaian Pemkot dalam melakukan pengawasan bagi pengusaha yang menjual minuman beralkohol.
"Ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut, bisa hilang pendapatan kita. Kalau perlu kami akan menyiapkan Perda inisiatif untuk mendukung penegasan tegaknya pengelolaan dan pengaturan izin usaha penjualan minuman beralkohol," jelasnya di gedung DPRD Sawahan Padang.
Ia mendata, sekitar hampir 200 unit tempat hiburan baik berupa cafe, karaoke, pub dan diskotek yang berdiri di Padang, dan kesemuanya merupakan kantong pendapatan daerah.
Ia menyarankan kepada Pemkot agar melakukan inventaris kembali tempat hiburan yang ada, setelah itu pemerintah menyiapkan draf bagi para pengusaha yang berisi pernyataan kesediaan pengusaha untuk mendukung pemasukan PAD.
"Pelaporan itu nantinya harus melampirkan karcis atau nota pembelian, sehingga Pemkot dapat memperhitungkan dan menargetkan pemasukan PAD, ini sudah termaktub di Perda nomor 13 tahun 2011 tentang retribusi perizinan tertentu," tegasnya.
Ia menjelaskan, banyak usaha hiburan yang berdiri namun perizinannya tidak menegaskan para pengusahanya untuk membayar pajak 10 persen, sehingga pemasukan PAD tidak terserap.
Menyikapi hal itu, Kepala seksi (Kasi) bina usaha Dinas Perindustrian Perdagangan dan Pertambangan (Perindagtamben) Andri mengatakan, Perda Kota Padang nomor 8 tahun 2012 tentang retribusi minuman alkohol, hanya mengakomodasi penarikan retribusi untuk bidang perhotelan bintang tiga, empat dan lima.
"Untuk cafe, karaoke dan diskotek yang menyediakan minuman beralkohol tidak ada produk hukum yang mengakomodasi untuk Pemkot menarik retribusinya," ungkapnya saat dihubungi via ponsel.
Ia menjelaskan, saat ini hanya ada empat hotel berbintang yang sudah mengantongi izin penjualan minuman beralkohol, yakni Hotel Mercure, Hotel Axana, Hotel Grand Zuri dan Hotel Ibis, dimana hotel-hotel tersebut dikenakan kewajiban untuk membayar pajak alkoholnya selama dua tahun.
"Untuk satu izin hotel, besaran pajak bisa mencapai Rp12,5 juta, dan itu bisa lebih tergantung alkohol tipe apa yang mereka punya," katanya.
Ia mengapresiasi, apabila legislatif akan membuat perda inisiatif untuk mengakomodasi pembayaran pajak minuman beralkohol pada tempat hiburan yang ada di daerah itu.
"Ini adalah langkah yang positif, untuk penambahan PAD kita," katanya. (ant/ivi)