RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA - Tiga anggota TNI, dua dari TNI AD dan satu dari TNI AU harus menanggung hukuman disiplin dan mendekam di tahanan selama 14 hari akibat ulah sang istri. Penyebabnya, kasus penusukan Menko Polhukam Wiranto dikomentari nyinyir melalui status di media sosial oleh para istri anggota TNI itu. Sang suami pun kena getahnya.
Saat menjenguk Wiranto di RSPAD Gatot Subroto, Kepala Staf TNI Angkatan Darat Kasad Jenderal Andika Perkasa membeberkan adanya istri prajurit berkomentar negatif terkait penusukan terhadap Menko Polhukam Wiranto. Komentar itu kemudian viral di media sosial. Langkah tegas diambil TNI AD.
Dua suami yang ketiban apes itu adalah Dandim Kendari Kolonel Hendi Suhendi yang baru menjabat sejak 19 Agustus 2019 lalu. Yang satu lagi, Sersan Dua inisial Z yang bertugas di Detasemen Kavaleri Berkuda Bandung.
Terhadap para istri, Andika mengatakan, kasus mereka akan diarahkan ke peradilan umum. Mereka dianggap melanggar UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 8 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Untuk posisi sang suami, kata Andika, Kolonel HS dan Sersan Dua Z dianggap telah memenuhi pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2014 yaitu Hukum Disiplin Militer.
"Konsekuensinya Kolonel HS sudah saya tanda tangani surat perintah melepas dari jabatannya dan akan ditambah dengan hukuman disiplin militer berupa penahanan selama 14 hari. Penahanan ringan selama 14 hari," ujarnya.
"Begitu juga dengan Sersan Z, telah dilakukan surat perintah melepas dari jabatannya dan kemudian menjalani proses hukuman disiplin militer," tambahnya.
Satu lagi anggota TNI yang terkena sanksi akibat postingan istrinya adalah Peltu YNS dari Satpomau Lanud Muljono Surabaya.
"Peltu YNS mendapat teguran keras, dicopot dari jabatan dan ditahan dalam rangka penyidikan oleh Pomau karena melanggar UU Nomor 25 Tahun 2014 tentang Hukum Disiplin Militer," seperti dikutip dari situs resmi TNI AU, Jumat (11/10).
Sementara istri Peltu YNS, FS dilaporkan ke Polres Sidoarjo karena melanggar UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) pasal penyebaran kebencian dan berita bohong.
TNI AU menegaskan, dalam urusan politik, posisi prajurit TNI AU dan keluarganya (KBT/Keluarga Besar Tentara) sudah jelas, netral. Oleh karena itu, KBT dilarang berkomentar, termasuk di media sosial yang berdampak pendiskreditan pemerintah maupun simbol-simbol negara. KBT yang kedapatan melanggar, dikenakan sanksi sesuai aturan berlaku.
Hukuman Penjara 14 Hari Dinilai Berlebihan
Peneliti Senior Imparsial Anton Aliabbas menilai, tindakan TNI yang menghukum prajuritnya bahkan sampai memenjarakan akibat ulah sang istri sangat berlebihan. Sebab, pelaku dugaan tindak pidana bukan prajurit yang bersangkutan.
"Itu berlebihan, hukuman yang semestinya tidak dibebankan kepada prajurit. UU 25 Tahun 2014 itu mengatur disiplin bagi prajuritnya, bukan bagi keluarganya," kata Anton yang dihubungi merdeka.com, Jumat (11/10).
Dia menambahkan, dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh istri atau keluarga tidak bisa ditimpakan dan tidak mengikat kepada prajurit TNI.
"Pertama, dugaan tindak pidananya sendiri kan harus dibuktikan pengadilan baru dinyatakan bersalah atau tidak. Kedua, yang melakukan bukan prajuritnya, tapi istrinya," ujarnya.
Meskipun hukuman itu terkait pembinaan, kurungan 14 hari penjara yang dikenakan kepada para prajurit, sekali lagi, dalam pengamatan Anton, tidak tepat.
"Disayangkan penghukuman ini, tidak bisa dibenarkan, berlebihan. Jangan sampai jadi kebiasaan. Bahwa ada etika bermedsos itu penting, tapi enggak pas untuk model eksesif seperti ini. Dan ini belum pernah terjadi sebelumnya," tukasnya.
Soal karier para anggota TNI yang dihukum ini, Anton mengatakan, bisa saja mempengaruhi. "Yang pasti akan terus menjadi catatan bagi mereka," pungkasnya.