RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mempertanyakan sikap tertutup kepolisian dalam menangani peserta aksi demonstrasi mahasiswa bertajuk #ReformasiDikorupsi. Dia memandang ada sesuatu yang coba disembunyikan oleh pihak kepolisian.
Teranyar, perihal peserta aksi di DPR pada 25 September Akbar Alamsyah yang diduga mengalami luka berat.
Hingga Sabtu (5/10), dia dikabarkan terbaring koma di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto.
Koordinator KontraS Yati Andriyani mengonfirmasi polisi akan menanggung pengobatan sekaligus pemulihan Akbar hingga tiga bulan ke depan.
"Artinya apa, selama ini kepolisian seolah-olah menyembunyikan sesuatu dari masyarakat. Kenapa? Kita jadi curiga apa yang Anda lakukan dengan orang ini sehingga orang ini penuh luka dan disembunyikan," ujar Isnur di Kantornya, Jakarta, Minggu (6/10/2019).
Kepolisian, baik Mabes Polri maupun Polda Metro Jaya, selama ini telah menegaskan pihaknya menerapkan penanganan demonstrasi seuai dengan aturan.
Polisi pun mengklaim terbuka mengungkap data penangkapan serta sudah mempersilakan orang tua menjemput anak-anak mereka yang sempat ditahan polisi akibat demonstrasi.
Terlepas dari itu, Isnur menduga Akbar mendapati kekerasan yang brutal hingga tidak sadarkan diri. "Kami menduga kuat bahwa ini ada kekerasan yang luar biasa brutal sampai orang tidak sadarkan diri, sampai koma, dan lain-lain seperti kasus Yadi di mana kepolisian bilang ini hanya sesak napas tapi darah masih keluar," katanya.
Isnur menilai bahwa dugaan tindakan kekerasan itu sudah masuk ke ranah institusi kepolisian, tidak hanya berhenti pada oknum. Pasalnya, menurut dia, Kapolri Jenderal Tito Karnavian sebagai pimpinan tertinggi Polri masih bergeming dengan tidak mengevaluasi anak buahnya.
"Kalau seperti ini bukan bagian tindakan oknum, tapi tindakan kelembagaan kalau atasannya Pak Tito menyembunyikan. Tapi, kalau lembaga melindungi oknum yang berbuat jahat, berarti lembaga menjadi bagian yang bersikap sama," tutur Isnur.
"(Sejauh ini Pak Tito tertutup?) Nah, kami bertanya kenapa Pak Tito seperti ini, kenapa diam saja," tandasnya.
Isnur pun berkomentar mengenai perbedaan sikap penanganan proses hukum yang dilakukan kepolisian. Dia menyoroti pencopotan Kapolda Sulawesi Tenggara Brigjen Pol Iriyanto. Pencopotan itu usai terjadi penembakan yang menewaskan 2 mahasiswa saat berunjuk rasa di depan Gedung DPRD Sulawesi Tenggara di Kendari.
"Harusnya propamnya, Irwasumnya turun tangan. Kenapa di Kendari kepolisian bisa mengevaluasi kemudian mengambil alih pemeriksaan dari Polda ke Mabes, Kapoldanya dicopot. Kenapa di Jabodetabek, Kapolri tidak tegas mencopot Kapoldanya, memeriksa para aparat yang melakukan kekerasan," imbuh Isnur.
"Harusnya sama dong, tidak boleh ada tindakan berbeda," lanjutnya.